REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa mengkritik keputusan Inggris menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer dan Biontech. Persetujuan dinilai terlalu cepat diberikan.
European Medicines Agency (EMA), sebuah badan yang bertanggung jawab menyetujui penggunaan vaksin untuk Uni Eropa, pada Rabu (2/12) mengatakan prosedur persetujuan yang lebih lama lebih tepat. Lebih banyak bukti dan pemeriksaan yang perlu dilakukan daripada sekadar memilih prosedur keadaan darurat seperti Inggris.
Keputusan tentang apakah vaksin Pfizer dan Biontech diberikan otorisasi sementara akan diambil EMA pada 29 Desember mendatang. Seorang juru bicara Komisi Eropa mengungkapkan, prosedur EMA adalah mekanisme peraturan yang paling teruji agar semua warga Uni Eropa memperoleh vaksin aman dan efektif.
Anggota Parlemen Eropa Peter Liese turut mengkritik keputusan "tergesa-gesa" Inggris terkait pemberian lampu hijau penggunaan vaksin Pfizer-BioNTech. "Saya menganggap keputusan ini bermasalah dan merekomendasikan agar negara anggota Uni Eropa tidak mengulangi proses dengan cara yang sama," ujar tokoh yang merupakan kader partai Kanselir Jerman Angela Merkel.
Liese sepenuhnya mendukung prosedur EMA. "Beberapa pekan pemeriksaan menyeluruh oleh EMA lebih baik daripada otorisasi pemasaran darurat yang terburu-buru dari vaksin," ujarnya.
Hal senada diungkapkan anggota Parlemen Eropa lainnya Tiemo Wolken. Dia tak memungkiri ada perlombaan global untuk mendapatkan vaksin di pasar secepat mungkin. "Namun saya yakin bahwa lebih baik meluangkan waktu dan memastikan kualitas, efektivitas, dan keamanan terjamin serta sesuai dengan standar Uni Eropa," kata Wolken.
Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn turut mengisyaratkan ketidaksepakatannya atas keputusan Inggris. "Idenya bukanlah menjadi yang pertama, tapi memiliki vaksin yang aman dan efektif," ucapnya dalam sebuah konferensi pers.
Mantan kepala EMA Guido Rasi mendukung argumentasi tentang pemeriksaan yang lebih menyeluruh terhadap vaksin. "Jika Anda mengevaluasi hanya sebagian data seperti yang mereka lakukan, mereka juga mengambil risiko minimum," katanya.
"Secara pribadi saya mengharapkan tinjauan yang kuat dari semua data yang tersedia, yang belum dilakukan oleh pemerintah Inggris untuk dapat mengatakan bahwa tanpa Eropa Anda yang diutamakan," ujar Rasi.
Merespons kritik-kritik tersebut, Kepala Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan Inggris (MHRA) June Raine mengatakan cara kerja lembaga yang dipimpinnya setara dengan semua standar internasional. "Kemajuan kami sepenuhnya bergantung pada ketersediaan data dalam tinjauan bergulir kami dan penilaian ketat kami serta saran independen yang kami terima," kata Raine.
Pfizer pun merespons munculnya beragam kritik terkait keputusan Inggris mengizinkan penggunaan vaksin yang dikembangkannya. “Kami telah menyediakan paket data lengkap, data tidak buta, kepada kedua regulator. Saya pikir apa yang Anda lihat hanyalah perbedaan dalam proses dan garis waktu yang mendasarinya, bukan perbedaan dalam pengiriman data," ujar Manajer Pfizer Inggris Ben Osborn.
Pemerintah Inggris telah menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer-BioNTech pada Rabu (2/12). Inggris menjadi negara pertama di dunia yang mengambil keputusan demikian.
"Pemerintah hari ini telah menerima rekomendasi dari Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan (MHRA) independen untuk menyetujui vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech untuk digunakan," kata Pemerintah Inggris dalam sebuah pernyataan.
Proses distribusi vaksin akan segera dilakukan. Menurut pemerintah, vaksin bakal tersedia di seluruh Inggris pekan depan. "Ini kabar yang sangat bagus," kata Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock menanggapi hal tersebut.
Inggris telah memesan 40 juta dosis yang akan dipakai untuk memvaksin 20 juta warganya secara gratis. Dosis tersebut, menurut Hancock, akan dikirim selekasnya setelah selesai diproduksi oleh pabrik di Belgia. “(Tahun) 2020 ini kondisinya demikian buruk, mudah-mudahan 2021 nanti akan lebih baik,” ujarnya.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menekankan, vaksin yang disetujui tersebut bisa menjadi jalan keluar Inggris dari pandemi. “Perlindungan vaksin ini yang utamanya akan memungkinkan kita mendapatkan hidup seperti sediakala dan menggerakkan perekonomian,” ujar Johnson.
Inggris merupakan salah satu negara Eropa yang cukup parah terdampak pandemi. Menurut data yang dihimpun John Hopkins University, sejauh ini Inggris telah melaporkan 1,66 juta kasus Covid-19 dengan korban meninggal nyaris mendekati 60 ribu jiwa.