Jumat 04 Dec 2020 10:35 WIB

Bahrain akan Buka Impor Produk Israel dari Permukiman Ilegal

Bahrain tidak akan membedakan asal produk dari Israel dan permukiman ilegal

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Sebuah pesawat Gulf Air Kerajaan Bahrain yang membawa delegasi pejabat dari Bahrain mendarat di Bandara Internasional Ben Gurion, dekat Tel Aviv, Israel, 01 Desember 2020. Media melaporkan bahwa delegasi pejabat Bahrain datang ke Israel untuk keperluan bisnis.
Foto: EPA-EFE/ABIR SULTAN
Sebuah pesawat Gulf Air Kerajaan Bahrain yang membawa delegasi pejabat dari Bahrain mendarat di Bandara Internasional Ben Gurion, dekat Tel Aviv, Israel, 01 Desember 2020. Media melaporkan bahwa delegasi pejabat Bahrain datang ke Israel untuk keperluan bisnis.

REPUBLIKA.CO.ID, MANAMA -- Menteri Perdagangan Bahrain mengatakan, impor Bahrain dari Israel tidak akan dibedakan antara produk yang dibuat di Israel dan produk dari permukiman ilegal di wilayah pendudukan. Hal itu mendapat teguran keras dari Palestina.

Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) meresmikan hubungan dengan Israel pada September lalu. Sebagian besar kekuatan dunia menganggapnya ilegal.

Baca Juga

Namun Menteri Perindustrian, Perdagangan, dan Pariwisata Bahrain, Zayed bin Rashid Al Zayani menyuarakan keterbukaan untuk impor dari permukiman. "Kami akan memperlakukan produk Israel sebagai produk Israel. Jadi kami tidak punya masalah dengan label atau asal," katanya kepada Reuters saat berkunjung ke Israel dikutip laman Aljazirah, Jumat (4/12).

Di bawah pedoman Uni Eropa, produk permukiman harus diberi label yang jelas saat diekspor ke negara anggota UE. Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bulan lalu menghapus perbedaan pabean AS antara barang yang dibuat di Israel dan di pemukiman ilegal.

Pernyataan Al Zayani langsung dikecam oleh Wasel Abu Youssef dari Organisasi Pembebasan Palestina. Dia menyebut hal itu bertentangan dengan resolusi internasional dan PBB.

Dia mendesak negara-negara Arab untuk tidak mengimpor produk dari dalam Israel, untuk mencegahnya merambah pasar Arab untuk memperkuat ekonominya. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2334, yang disahkan pada 2016, meminta negara-negara untuk membedakan urusan yang relevan, antara wilayah Negara Israel dan wilayah yang diduduki sejak 1967.

Warga Palestina yang tidak memiliki kewarganegaraan berharap untuk menciptakan negara merdeka sendiri di Tepi Barat dan Gaza. Rakyat Palestina juga berharap bahwa Yerusalem Timur sebagai bagian dari solusi dua negara.

Namun, masalah permukiman ilegal Yahudi di tanah yang direbut Israel dalam perang 1967 telah lama menjadi sandungan sehingga hingga kini memblokir proses perdamaian yang tetap menemui jalan buntu. Rakyat Palestina kini khawatir bahwa hubungan yang menghangat antara negara-negara Teluk dan Israel, bersama dengan dukungan kuat Trump untuk Israel, telah merusak aspirasi mereka. Namun, tidak jelas apa posisi negara-negara Teluk lainnya tentang impor dari permukiman ilegal.

Kilang anggur Israel yang menggunakan anggur yang ditanam di Dataran Tinggi Golan yang diduduki mengatakan pada September, bahwa labelnya akan dijual di UEA. Israel mengharapkan perdagangan dengan Bahrain bernilai sekitar 220 juta dolar AS pada 2021, tidak termasuk kemungkinan kesepakatan kerja sama pertahanan dan pariwisata.

Al Zayani mengatakan, maskapai Bahrain Gulf Air untuk sementara dijadwalkan memulai penerbangan ke Tel Aviv pada 7 Januari. Sementara, pengiriman barang menyusul.

"Kami terpesona oleh betapa terintegrasi sektor TI dan inovasi di Israel telah tertanam dalam setiap aspek kehidupan," katanya.

Dia mengecilkan spekulasi di Israel bahwa warganya yang mengunjungi Bahrain dapat menghadapi risiko pembalasan atas pembunuhan seorang ilmuwan nuklir Iran pada Jumat lalu, yang dituduhkan Teheran kepada agen-agen Israel. "Kami tidak melihat ancaman apa pun, dan oleh karena itu kami tidak melihat persyaratan untuk keamanan tambahan atau perlakuan khusus untuk orang Israel," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement