REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI - Pemerintah Bahrain melarang masuk barang impor asal Israel yang dibuat di permukiman ilegal di atas tanah pendudukan milik bangsa Palestina. Demikian laporan kantor berita resmi, BNA.
Laporan BNA itu mengklarifikasi pernyataan menteri perdagangan Bahrain pada awal pekan ini. Menteri Perindustrian, Perdagangan, dan Pariwisata Bahrain Zayed bin Rashid al-Zayani sempat memberi sinyal pihaknya akan terbuka dengan barang-barang impor asal Israel yang dibuat di wilayah pendudukan.
Ia menambahkan Bahrain tidak akan membedakan barang-barang impor yang dibuat di Israel atau di Tepi Barat dan Dataran Tinggi Golan. “Pernyataan menteri telah disalahartikan dan kementerian tetap berpegang teguh terhadap komitmen Pemerintah Bahrain mematuhi resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata seorang pejabat di kementerian sebagaimana dikutip oleh Kantor Berita Nasional Bahrain (BNA) Jumat (4/12).
Bahrain dan Uni Emirat Arab meresmikan hubungan diplomatik dengan Israel pada 15 September 2020, didukung oleh Amerika Serikat. Dua negara Arab itu menormalisasi hubungan dengan Israel di tengah rencana pencaplokan paksa wilayah Tepi Barat.
Sebagian besar negara di dunia menyebut upaya pencaplokan wilayah itu melanggar hukum internasional. Panduan impor Uni Eropa (EU) mengatur bahwa produk-produk yang dibuat di wilayah pendudukan harus diberi label yang jelas saat dikirim ke negara-negara anggota EU.
Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump bulan lalu menghentikan pembedaan antara barang yang dibuat di Israel dan wilayah pemukiman ilegal. Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki mengatakan Menteri Luar Negeri Bahrain lewat sambungan telepon membantah pernyataan menteri perdagangan.
“Komentar itu yang diduga disampaikan oleh menteri perdagangan Bahrain bertentangan dengan posisi Bahrain yang mendukung Palestina,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina melalui siaran tertulisnya.
Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur merupakan wilayah yang dikehendaki jadi bagian dari kedaulatan Palestina. Namun, pembangunan permukiman ilegal dan pencaplokan lahan yang dilakukan oleh Israel pada 1967 menghambat upaya damai antara Israel dan Palestina.
Pemerintahan Trump juga membuat perjuangan bangsa Palestina jadi lebih sulit karena AS mendukung penuh rencana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Tidak hanya itu, AS juga memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.