Jumat 11 Dec 2020 07:47 WIB

Boris Johnson: Kemungkinan Kuat Brexit tanpa Kesepakatan

Johnson janji sekuat tenaga agar perpisahan Inggris dan Uni Eropa tak mengguncang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
 Perdana Menteri Inggris Boris Johnson
Foto: AP/John Sibley/Pool Reuters
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson

REPUBLIKA.CO.ID,  BRUSSELS -- Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan 'kemungkinan kuat' Britania dan Uni Eropa gagal mencapai kesepakatan perdagangan baru. Tapi ia berjanji dalam tiga pekan ke depan akan melakukan apa pun yang bisa dilakukan untuk menghindari perpisahan yang mengguncang.

Uni Eropa dan Inggris masih berselisih mengenai isu perikanan, peraturan persaingan usaha dan daerah yang disengketakan. Walaupun sudah berbulan-bulan menggelar perundingan untuk membuat kesepakatan sebelum Inggris resmi keluar dari blok itu pada 1 Januari mendatang.

Kedua belah pihak menetapkan tenggat waktu, mereka harus sudah mencapai kesepakatan pada Ahad (13/12) untuk mencegah agar perpisahan itu tidak menimbulkan kekacauan. Usai bertemu dengan menteri-menterinya, Johnson mengatakan kesepakatan yang ada di atas meja tidak bekerja untuk Inggris.  

"Kami harus benar-benar jelas sekarang ada kemungkinan kuat, kemungkinan yang kuat kami memiliki solusi yang lebih mirip hubungan Australia dengan Uni Eropa, dibandingkan hubungan Kanada dengan Uni Eropa," kata Johnson, Jumat (11/12).

Tidak seperti Kanada, Australia tidak memiliki perjanjian perdagangan yang komprehensif dengan Uni Eropa, sehingga sebagian besar perdagangannya dikenakan tarif. Johnson menggunakan perbandingan tersebut untuk menunjukkan Inggris tidak membutuhkan kesepakatan perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa.

Dengan skenario itu dalam tiga pekan semua perdagangan Inggris dengan Uni Eropa akan dikenakan tarif. Poundsterling turun di hadapan dolar AS dari 1.33 dolar menjadi 1.3262 dolar atau hampir 0,9 persen.

Sementara itu 27 negara pemimpin negara anggota Uni Eropa menggelar rapat dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen di Brussel. Leyen mengatakan menjembatani perbedaan dalam perdagangan dengan isu 'sulit'. "Kami bersedia memberikan akses ke pasar tunggal kami, tapi kondisinya harus adil, sejauh ini keadilan yang seimbang belum tercapai," katanya.

Johnson yang mengampanyekan Brexit untuk membangkitkan kembali kedaulatan Inggris mengatakan masalahnya Uni Eropa bersikeras mengikat Inggris terhadap standar-standar tenaga kerja, sosial dan lingkungan blok tersebut.

Uni Eropa ingin menetapkan syarat yang disebut 'ratchet clause'. Sebuah klausa dalam perjanjian yang memastikan Inggris mengikuti perbaikan standar Uni Eropa di masa depan agar dapat tetap mengakses pasar tunggal blok tersebut.

"Tanpa kesepakatan mungkin bukan sesuatu yang bagus tapi kesepakatan yang buruk akan menjadi sesuatu yang lebih buruk lagi, memberikan akses ke pasar bersama Uni Eropa harus bermain dengan posisi yang sama," kata Perdana Menteri Belgia Alexander de Croo.

Pada Kamis (10/12) Uni Eropa menetapkan rencana darurat bila perpisahan dengan Inggris terjadi tiba-tiba. Rencana tersebut untuk mempertahankan 'layanan udara tertentu' antara Inggris dan Uni Eropa. Menjaga koneksi dasar bila Inggris bersedia memberikan apa yang Uni Eropa minta.

Juru bicara pemerintah Inggris mengatakan London akan mempelajari proposal tersebut. Tapi Inggris segera menolak permintaan Komisi Eropa untuk memberikan akses ke perairan mereka selama satu tahun. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement