REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kelompok-kelompok Palestina di Gaza termasuk Hamas, Jihad Islam, dan Front Populer untuk Pembebasan Palestina pada Kamis (10/12) mengutuk rencana Maroko menormalisasi hubungan dengan Israel.
"Ini sama sekali tidak melayani kepentingan Palestina, tetapi mendorong pendudukan (Israel) untuk terus mengabaikan hak-hak rakyat kami," kata juru bicara Hamas Hazem Qassem dalam sebuah pernyataan.
Dia menambahkan bahwa kesepakatan normalisasi tersebut akan meningkatkan kebijakan agresif Israel terhadap rakyat Palestina serta meningkatkan aktivitas permukiman di tanah yang diduduki Palestina.
Juru bicara Jihad Islam Dawood Shehab, sementara itu, menganggap langkah Maroko sebagai "pengkhianatan terhadap Yerusalem dan Palestina" dan "kemunduran bagi rezim Arab".
Dia, bagaimanapun, menegaskan bahwa rakyat Maroko akan menolak normalisasi. Front Populer untuk Pembebasan Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pengumuman kesepakatan normalisasi Maroko-Israel adalah "hari gelap dalam sejarah rakyat kami dan bangsa Arab".
Pernyataan itu juga menegaskan bahwa bangsa Arab akan menolak segala bentuk normalisasi dengan Israel dan akan terus melawan pendudukan Israel. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut baik kesepakatan normalisasi dengan Maroko yang diperantarai Amerika Serikat, menggambarkannya sebagai "perdamaian besar" dan memuji keputusan Raja Maroko Mohammed VI sebagai "bersejarah".
Sebelumnya, pada Kamis, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa Israel dan Maroko telah menyetujui hubungan diplomatik penuh. Trump menyebut kesepakatan itu sebagai "terobosan besar-besaran" untuk perdamaian di Timur Tengah. Maroko menjadi negara keempat yang menormalisasi hubungan dengan Tel Aviv setelah Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan.