Sabtu 12 Dec 2020 18:53 WIB

Rusia: Kesepakatan Nuklir Iran tak Boleh Direvisi

Rusia yakin bahwa sikap AS terhadap kesepakatan nuklir Iran tidak konstruktif.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.
Foto: AP Photo/Alexander Zemlianichenko
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia menolak usulan untuk merevisi kesepakatan nuklir Iran 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Moskow menyalahkan Amerika Serikat (AS) atas situasi yang berkenaan dengan JCPOA.

"JCPOA tidak boleh direvisi," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov saat memberikan wawancara virtual kepada koresponden Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB) dan Islamic Republic News Agency (IRNA) melalui webinar pada Sabtu (12/12).

Baca Juga

Pada kesempatan itu, dia menegaskan dukungan Rusia atas sikap Iran yang juga enggan JCPOA direvisi. "Ada konsensus bahwa situasi saat ini di JCPOA adalah karena penarikan sepihak AS dari kesepakatan dan pengenaan sanksi (kembali terhadap Iran)," ujar Lavrov.

Rusia, kata Lavrov, yakin bahwa sikap AS terhadap JCPOA tidak konstruktif. Menurutnya, JCPOA adalah pencapaian besar yang membantu memecahkan pertanyaan terkait non-proliferasi senjata pemusnah massal. "Terlepas dari tindakan provokatif AS, Iran setia pada komitmennya, kesetiaan yang dipuji komunitas global," ucapnya.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan berharap negaranya diajak berkonsultasi oleh AS jika Washington hendak kembali ke JCPOA. Presiden terpilih AS Joe Biden diketahui telah mengindikasikan hendak mengambil langkah semacam itu.

“Terutama yang kami harapkan adalah bahwa kami sepenuhnya dikonsultasikan, bahwa kami dan teman-teman regional kami yang lain sepenuhnya dikonsultasikan dalam apa yang terjadi sehubungan dengan negosiasi dengan Iran,” kata Pangeran Faisal di sela-sela Manama Dialogue pada 5 Desember lalu, dikutip laman Aljazirah.

Dia berpendapat, tidak dilibatkannya negara-negara di kawasan Timur Tengah dalam JCPOA menghasilkan setumpuk ketidakpercayaan. “Satu-satunya cara untuk mencapai kesepakatan yang berkelanjutan adalah melalui konsultasi semacam itu,” kata Pangeran Faisal.

Presiden AS Donald Trump telah menarik negaranya dari JCPOA pada 2018. Trump menyebut JCPOA sebagai kesepakatan terburuk dalam sejarah karena tidak turut mengatur program rudal balistik Iran dan perannya di kawasan. Sejak mundur dari perjanjian itu, AS kembali menjatuhkan sanksi ekonomi berlapis terhadap Iran.

Trump kemudian meminta JCPOA direvisi dengan imbalan pencabutan sanksi, tapi Teheran dengan tegas menolak. Joe Biden telah mengutarakan keinginannya untuk membawa AS bergabung kembali dengan JCPOA. Dia menyebut hal itu menjadi salah satu prioritas pemerintahannya yang akan datang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement