REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dunia yang dilanda pandemi dan terkunci atau lockdown, mengurangi emisi karbondioksida sebesar tujuh persen pada tahun ini. Angka tersebut menunjukkan penurunan terbesar yang pernah ada.
Sebuah kelompok otoritatif puluhan ilmuwan internasional yang melacak emisi yaitu The Global Carbon Project menghitung, dunia telah menempatkan 37 miliar ton atau 34 miliar metrik ton karbondioksida di udara pada 2020. Menurut penelitian yang diterbitkan di jurnal Earth System Science Data, angka itu turun dari 40,1 miliar ton AS atau 36,4 miliar metrik ton pada 2019.
Para ilmuwan mengatakan, penurunan tersebut terutama dikarenakan orang-orang banyak tinggal di rumah dan lebih sedikit yang bepergian dengan mobil dan pesawat. Emisi diperkirakan akan melonjak kembali setelah pandemi berakhir.
Transportasi darat menghasilkan sekitar seperlima dari emisi karbondioksida, gas pemerangkap panas buatan manusia. "Tentu saja penguncian sama sekali bukan cara untuk mengatasi perubahan iklim," kata penulis studi Corinne LeQuere, yang merupakan seorang ilmuwan iklim di universitas East Anglia seperti dilansir The Associated Press News, Ahad (13/12).
Kelompok ilmuwan yang sama pada beberapa bulan lalu memperkirakan penurunan emisi dari 4 persen hingga 7 persen, tergantung pada perkembangan Covid-19. LeQuere mengatakan, gelombang virus corona kedua dan pengurangan perjalanan yang berkelanjutan mendorong penurunan menjadi 7 persen. Di Amerika Serikat, emisi turun 13 persen dan di Eropa turun 11 persen. Hanya saja di China cuma turun 1,7 persen.
Hal itu karena, China memiliki penguncian atau lockdown lebih awal dan gelombang kedua Covid-19 yang lebih sedikit. Kemudian, emisi China lebih berbasis industri dibandingkan negara lain dan industrinya kurang terpengaruh dibandingkan transportasi.
Perhitungan berdasarkan laporan yang merinci penggunaan energi, produksi industri, dan jumlah mobilitas harian, dipuji oleh para ilmuwan luar. Bahkan dengan penurunan pada 2020, dunia rata-rata mengeluarkan 1.185 ton atau 1.075 metrik ton karbon dioksida ke udara setiap detik.
Angka akhir pada 2019 yang diterbitkan dalam studi yang sama menunjukkan, dari 2018 hingga 2019, emisi gas pemerangkap panas buatan manusia hanya meningkat 0,1 persen. Jauh lebih kecil daripada lompatan tahunan sekitar 3 persen satu atau dua dekade lalu.
Bahkan dengan emisi yang diperkirakan akan meningkat setelah pandemi, para ilmuwan bertanya-tanya apakah 2028 menjadi puncak polusi karbon. "Kita pasti sangat dekat dengan puncak emisi, jika kita bisa menjaga komunitas global tetap bersama," kata Direktur Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa Achim Steiner.
Direktur Stanford Woods Institute for the Environment Chris Field berpikir emisi akan meningkat setelah pandemi. "Namun saya optimis, kita telah sebagai masyarakat belajar beberapa pelajaran yang dapat membantu mengurangi emisi di masa depan," ujar dia.
Misalnya, kata Chris, ketika orang-orang menjadi ahli dalam pekerjaan jarak jauh beberapa hari dalam seminggu. "Atau menyadari mereka tidak membutuhkan terlalu banyak perjalanan bisnis, kita mungkin melihat penurunan emisi di masa depan terkait perilaku," tuturnya.