REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga dapat membatasi lebih jauh program subsidi perjalanan yang banyak dikritik dalam upaya menahan infeksi virus corona. Hal itu dilaporkan media lokal pada Ahad (13/12).
Keputusan itu akan diambil ketika peringkat dukungan publik atas penanganan pandemi merosot. Sementara Jepang belum mengalami jenis penularan besar-besaran yang melanda Amerika Serikat dan sebagian Eropa, infeksi telah memburuk saat musim dingin tiba, terutama di daerah seperti pulau utara Hokkaido dan kota Osaka.
Negara itu mengalami lebih dari 3.000 infeksi baru untuk pertama kalinya dalam satu hari pada Sabtu dan Tokyo, ibu kota dan kota terbesar Jepang, mengonfirmasi 621 kasus baru.
Meskipun ada kekhawatiran dari para ahli bahwa kampanye perjalanan yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi sebenarnya dapat membantu menyebarkan virus, Suga bersikeras bahwa penghentian segera seluruh kampanye perjalanan tidak jadi pertimbangan. Pemerintah menghentikan sementara kampanye hanya di dua wilayah yang terkena dampak paling parah.
"Jika ekonomi hancur, masalah jadi serius," kata Suga di balai kota lewat komunikasi daring, Jumat.
Jajak pendapat akhir pekan menemukan dukungan publik untuk perdana menteri terkikis karena penanganan pandemi. Sebuah jajak pendapat surat kabar Mainichi pada Sabtu menurunkan peringkat dukungannya menjadi 40 persen, turun 17 persen dari bulan lalu.
Hanya tiga bulan menjabat setelah pendahulunya Shinzo Abe tiba-tiba mengundurkan diri karena kesehatan yang buruk, Suga juga mendapat tekanan karena kontroversi lain, termasuk penolakannya terhadap para sarjana di panel penasihat sains.
Pada Senin, Suga akan memimpin pertemuan tanggapan virus corona yang dapat memperpanjang penghentian sementara kampanye perjalanan ke Tokyo dan kota Nagoya, pusat industri besar di prefektur Aichi.
Gubernur Osaka Hirofumi Yoshimura mengatakan pada Sabtu (12/12) bahwa dia meminta pemerintah untuk memperpanjang penangguhan program pariwisata yang saat ini diberlakukan di wilayah Osaka, karena kasus virus belum mereda.