REPUBLIKA.CO.ID, SARAJEVO -- Pemerintah Rusia mengkritik keputusan Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada Turki karena membeli sistem pertahanan udara S-400. Menurut Moskow, langkah itu menunjukkan arogansi AS.
"Tentu saja itu adalah perwujudan lain dari sikap arogan terhadap hukum internasional dan penggunaan tindakan paksa sepihak yang tidak sah yang telah digunakan AS kiri dan kanan selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov merespons pertanyaan tentang keputusan AS memberi sanksi kepada Turki dalam sebuah konferensi pers di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina, Senin (14/12), dikutip laman Anadolu Agency.
Menurut dia, pendekatan semacam itu tidak memberikan kontribusi apa pun bagi kredibilitas AS sebagai peserta yang bertanggung jawab di arena internasional, termasuk kerja sama militer-teknis. Pada Senin lalu, Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepada badan pengadaan militer Turki, yakni Turkey's Defense Industries Presidency (SSB).
Langkah itu diambil karena Turki melanjutkan pembelian sistem rudal S-400 buatan Rusia. Sanksi terhadap Ankara berada di bawah Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Wujud dari sanksi antara lain pelarangan semua lisensi ekspor AS dan otorisasi untuk SSB.
AS pun akan membekukan aset dan menerapkan pembatasan visa terhadap Dr. Ismail Demir selaku presiden SSB. Terdapat tiga pejabat SSB lainnya yang turut menjadi target sanksi Washington. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan pihaknya telah memperingatkan Turki agar tak melanjutkan proses pembelian S-400. Namun peringatan itu diabaikan.
"Sanksi hari ini terhadap SSB Turki menunjukkan bahwa AS akan sepenuhnya menerapkan CAATSA. Kami tidak akan mentoleransi signifikan dengan sektor pertahanan Rusia," kata Pompeo melalui akun Twitter pribadinya.
AS diketahui mengancam menjatuhkan sanksi kepada Turki jika mereka membeli sistem rudal S-400 buatan Rusia. Namun, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah membulatkan tekadnya untuk membeli S-400. Dia pun siap meladeni bahkan membalas sanksi yang dijatuhkan Washington.
Sistem rudal S-400 disebut lebih unggul dibandingkan US Patriot. Para ahli percaya bahwa S-400 dapat mendeteksi dan menembak jatuh target termasuk rudal balistik, jet musuh serta pesawat nirawak (drone) hingga jarak 600 kilometer, pada ketinggian antara 10 meter dan 27 kilometer. S-400 dapat melesat dengan kecepatan maksimum 17 ribu kilometer per jam, sedangkan US Patriot hanya 5.000 kilometer per jam.