Senin 21 Dec 2020 10:44 WIB

Sejumlah Negara Eropa Larang Penerbangan dari Inggris

Larangan terbang Eropa akibat temuan virus Covid-19 varian baru di Inggris.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Ilustrasi Covid-19
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Beberapa negara Eropa telah menerapkan larangan penerbangan dari dan ke Inggris. Hal itu menyusul ditemukannya virus corona jenis baru di Inggris selatan. 

Belanda adalah negara pertama yang mengumumkan tentang larangan terbang pada Ahad (20/12). "Mutasi menular dari virus Covid-19 sedang menyebar di Inggris. Dikatakan menyebar lebih mudah dan lebih cepat serta lebih sulit dideteksi," kata Kementerian Kesehatan Belanda dalam sebuah pernyataan. 

Baca Juga

Jerman mengambil langkah serupa. Kementerian Transportasi Jerman mengatakan, semua jenis penerbangan dari Inggris, kecuali penerbangan kargo, dilarang mendarat di negara tersebut mulai Ahad tengah malam waktu setempat. 

Tidak diumumkan sampai kapan larangan penerbangan itu akan berlangsung. Namun, kantor berita DPA melaporkan larangan tersebut bakal diterapkan setidaknya hingga 31 Desember. 

Belgia juga menerapkan larangan terbang dari dan ke Inggris. Hal itu diberlakukan setidaknya 24 jam mulai Ahad tengah malam waktu setempat. 

Austria dan Belanda mengatakan, akan menghentikan penerbangan dari Inggris. Namun, mereka belum mengumumkan kapan kebijakan itu bakal diterapkan. 

Sementara itu, Republik Ceko akan memberlakukan peraturan karantina lebih ketat terhadap orang-orang yang datang dari Inggris. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah mengumumkan adanya virus corona jenis baru di negaranya. 

Menurut dia, virus corona jenis baru itu lebih mudah menular dan menyebar. Kehadirannya memicu peningkatan infeksi di London dan Inggris selatan. 

Namun, Johnson menyebut, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa virus corona jenis baru itu lebih mematikan atau memicu penyakit lebih parah. Selain itu, belum ada analisis bahwa vaksin yang telah ditemukan akan kurang efektif melawannya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement