Senin 21 Dec 2020 22:47 WIB

Prancis Ingin Mulai Proses Vaksinasi Covid-19 Pekan Ini

Vaksin yang akan digunakan kemungkinan produksi Pfizer-BioNTech.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Andri Saubani
Peneliti bekerja di laboratorium vaksin perusahaan farmasi Prancis, Sanofi, di Marcy-l
Foto: EPA-EFE/GONZALO FUENTES/POOL MAXPPP OUT
Peneliti bekerja di laboratorium vaksin perusahaan farmasi Prancis, Sanofi, di Marcy-l

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis berencana memulai proses vaksinasi Covid-19 pada Ahad (27/12). Vaksin yang akan digunakan kemungkinan produksi Pfizer-BioNTech.

"Pada Ahad, kami akan mulai memvaksinasi (masyarakat) Prancis. Yang paling rentan di antara kita pertama-tama, setelah pemeriksaan awal, informasi, dan persetujuan," kata Menteri Kesehatan Prancis Olivier Veran melalui akun Twitter pribadinya pada Senin (21/12).

Baca Juga

Bagi negara anggota Uni Eropa, proses vaksinasi bisa dimulai jika sudah ada vaksin yang diberi izin oleh European Medicines Agency (EMA). EMA tengah melakukan penilaian terhadap vaksin Pfizer-BioNTech dan dijadwalkan merilis hasilnya pada Senin.

Jika EMA memberikan izin, Komisi Eropa harus menyetujui dimulainya kampanye vaksinasi. Sebelumnya, Uni Eropa sempat mengkritik keputusan Inggris memberi izin penggunaan darurat pada vaksin Pfizer-BioNTech. Mereka menilai izin tersebut terlalu cepat diberikan.

Pemerintah Inggris menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer-BioNTech pada 2 Desember lalu. Inggris menjadi negara pertama di dunia yang mengambil keputusan demikian.

"Pemerintah hari ini telah menerima rekomendasi dari Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan (MHRA) independen untuk menyetujui vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech untuk digunakan," kata Pemerintah Inggris dalam sebuah pernyataan.

Langkah Inggris menggunakan vaksin Pfizer-BioNTech kemudian diikuti negara-negara lainnya, termasuk Amerika Serikat (AS), Kanada, Israel, dan lainnya. Sejauh ini dunia telah mencatatkan 76,8 juta kasus Covid-19. Pandemi telah membunuh lebih dari 1,6 juta jiwa.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement