REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyatakan telah memulai proses mendirikan konsulat di Sahara Barat, Kamis (24/12). Langkah ini setelah pemerintahan Presiden Donald Trump bulan ini mengakui kedaulatan Maroko atas wilayah tersebut.
"Efektif segera, kami meresmikan pos kehadiran virtual untuk Sahara Barat, dengan fokus pada mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial, yang akan segera diikuti oleh konsulat yang berfungsi penuh," kata Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, dalam sebuah pernyataan.
AS setuju mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara Barat, wilayah gurun sengketa teritorial yang telah berlangsung puluhan tahun. Wilayah ini telah mengadu Maroko melawan Front Polisario yang didukung Aljazair, sebuah gerakan dengan tujuan memisahkan diri untuk mendirikan negara merdeka.
Pengakuan AS atas Sahara Barat menjadi wilayah Maroko adalah bagian dari kesepakatan menormalkan hubungan dengan Israel. "Pos kehadiran sebenarnya ini akan dikelola oleh Kedutaan Besar AS di Rabat," kata Pompeo.
Pompeo mengatakan, Washington akan terus mendukung negosiasi politik untuk menyelesaikan masalah antara Maroko dan Polisario dalam kerangka rencana otonomi Maroko. Dukungan Washington untuk kedaulatan Maroko atas wilayah gurun merupakan konsesi kebijakan terbesar yang telah dibuat AS sejauh ini dalam upayanya untuk memenangkan pengakuan Arab atas Israel.
Rangkaian kesepakatan normalisasi sebagian didorong oleh upaya yang dipimpin AS untuk menghadirkan front persatuan melawan Iran dan menarik kembali pengaruh regional Teheran. Presiden terpilih Joe Biden, yang akan menggantikan Trump pada 20 Januari, menjadi penentu nantinya.
Biden akan menghadapi keputusan apakah akan menerima kesepakatan AS di Sahara Barat, yang belum pernah dilakukan oleh negara Barat lainnya. Negara-negara Barat dan PBB telah lama menyerukan referendum untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.