REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA--Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menginginkan hubungan yang lebih baik dengan Israel, Jumat (25/12). Namun, baginya, kebijakan Israel terhadap Palestina tetap tidak dapat dapat diterima Turki.
"Kami ingin membawa hubungan kami ke titik yang lebih baik," ujar Erdogan kepada wartawan setelah salat Jumat di Istanbul. Erdogan menyatakan, kedua negara terus berbagi informasi intelijen. "Jika tidak ada masalah di tingkat atas (di Israel), hubungan kami bisa sangat berbeda," kata presiden Turki itu.
Tapi, Erdogan menegaskan, Palestina menjadi titik terang untuk mendapatkan hubungan kedua negara yang pernah bersekutu tersebut lebih baik. "Kebijakan Palestina adalah garis merah kami. Tidak mungkin bagi kami untuk menerima kebijakan Israel kepada Palestina. Tindakan tanpa ampun mereka di sana tidak bisa diterima,” kata Erdogan.
Turki dan Israel mengalami perselisihan pahit dalam beberapa tahun terakhir. Ankara berulang kali mengutuk pendudukan Israel di Tepi Barat dan perlakuannya terhadap warga Palestina. Erdogan juga mengkritik pemulihan hubungan yang ditengahi Amerika Serikat (AS) baru-baru ini antara Israel dan empat negara Muslim.
Turki dan Israel saling mengusir duta besar pada 2018 setelah pasukan Israel menewaskan puluhan warga Palestina dalam bentrokan di perbatasan Gaza. Pada Agustus tahun ini, Israel menuduh Turki memberikan paspor kepada belasan anggota Hamas di Istanbul, menggambarkan langkah tersebut sebagai langkah yang sangat tidak ramah.
Hamas merebut Gaza dari pasukan yang setia kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada 2007. Kelompok itu telah berperang tiga kali dengan Israel sejak itu. Turki mengatakan Hamas adalah gerakan politik sah yang memenangkan kekuasaan melalui pemilihan demokratis.
Israel telah meresmikan hubungan dengan empat negara Muslim tahun ini, Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko. Pemerintah pun sedang berupaya untuk menormalisasi hubungan dengan negara Muslim kelima, mungkin di Asia.