Ahad 27 Dec 2020 02:55 WIB

Penggunaan Masker tak Halangi Kecerdasan Emosional Anak

Ketakutan merupakan emosi yang paling sulit untuk dikenali anak pada wajah bermasker.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Agus Yulianto
Anak-anak bermasker tengah bermain balon. (Ilustrasi)
Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
Anak-anak bermasker tengah bermain balon. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, AMERIKA -- Penggunaan masker memang menutupi setengah bagian wajah, sehingga lebih sulit bagi seseorang untuk membaca raut wajah. Akan tetapi, hal ini ternyata tidak menjadi hambatan bagi perkembangan kecerdasan emosional anak.

Hal ini diungkapkan dalam sebuah studi yang melibatkan 80 orang anak sebagai partisipan. Anak-anak ini memiliki rentang usia 7-13 tahun.

Selama studi, anak-anak ditunjukkan beragam wajah yang menunjukkan berbagai emosi, mulai dari kesedihan, kemarahan, dan ketakutan. Sebagian dari wajah-wajah tersebut ditutupi oleh masker, sebagian lainnya tak memakai masker namun menggunakan kacamata hitam, sisanya berupa wajah yang tak ditutupi apa pun.

Para anak-anak tersebut bisa menebak emosi dengan benar sebanyak 66 persen pada wajah yang tak ditutupi. Pengenalan emosi pada wajah yang ditutupi masker tampak lebih sulit bagi anak-anak tersebut.

Pada wajah yang menggunakan masker, anak-anak berhasil menebak ekspresi sedih sekitar 28 persen, ekspresi marah 27 persen, dan ekspresi takut sebanyak 18 persen.

Keberhasilan yang lebih rendah ini dimaklumi karena memang bukan tugas yang mudah untuk mengenali ekspresi pada wajah yang tertutup masker. Akan tetapi, pencapaian anak-anak ini dinilai cukup baik.

"Meski dengan masker yang menutupi hidung dan mulut, anak-anak mampu mengidentifikasi emosi-emosi ini pada tingkat yang lebih baik dari sekedar kebetulan," jelas peneliti Ashley Ruba PhD dari University of Wisconsin-Madinson's Child Emotion Lab, seperti dilansir WebMD.

Ruba mengatakan, ketakutan merupakan emosi yang paling sulit untuk dikenali anak pada wajah yang menggunakan masker. Emosi ini seringkali dianggap sebagai ekspresi terkejut.

Sedangkan pada penggunaan kacamata hitam, emosi marah dan takut menjadi yang paling sulit dikenali. Hal ini menunjukkan abhwa mata dan alis merupakan bagian penting untuk ekspresi kedua emosi tersebut.

Berdasarkan temuan ini, peneliti menilai orang tua tidak perlu khawatir terkait penggunaan masker. Terlebih, membaca raut wajah bukanlah satu-satunya cara untuk memahami bagaimana perasaan seseorang.

Dengan kata lain, peneliti meyakinkan bahwa perkembangan kecerdasan emosional anak di masa pandemi ini tetap bisa berlangsung dengan baik meski banyak orang menggunakan masker. Anak-anak tetap bisa mengasah kecerdasan emosional mereka melalui hal-hal lain.

"Emosi tidak hanya disampaikan melalui wajah Anda. Nada suara, cara sesoerang memposisikan tubuh mereka, dan apa yang terjadi di sekeliling mereka, semua informasi itu membantu kita untuk membuat prediksi lebih baik mengenai apa yang seseorang rasakan," tutur Ruba. 

 

 

Sumber:

https://www.webmd.com/lung/news/20201224/masks-may-not-stop-kids-from-reading-emotions

 

sumber : WebMD
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement