REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Dewan Eropa pada Selasa (29/12) mengumumkan bahwa mereka mengadopsi aturan tertulis keputusan penandatanganan kesepakatan perdagangan Uni eropa-Inggris.
Presiden Dewan Eropa Charles Michel dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen akan menandatangani kontrak di Brussel sementara Perdana Menteri Inggris Boris Johnson akan menandatangani kontrak di London. Kesepakatan itu akan diterapkan “sementara” setelah Inggris meninggalkan pasar tunggal pada 1 Januari 2021.
Perjanjian tersebut masih membutuhkan persetujuan dari Parlemen Eropa, yang diperkirakan setidaknya rampung 28 Februari.
Pembicaraan perdagangan pasca-Brexit
Inggris memilih untuk meninggalkan UE lewat referendum 2016 yang diperebutkan dengan sengit oleh 48-52 persen suara. Dengan referendum ini, Inggris secara resmi meninggalkan Uni Eropa pada akhir Januari tahun ini.
Sejak itu, Inggris memasuki masa transisi, yang berarti bahwa negara itu masih mengikuti aturan UE sambil menyusun pengaturan perdagangan baru. Brussels dan London mencapai kesepakatan perdagangan pasca-Brexit pada 24 Desember lalu, setelah berbulan-bulan negosiasi dan hanya satu pekan tersisa hingga akhir periode transisi.
Negosiasi berlangsung sengit, dengan ketidaksepakatan berfokus pada tiga masalah utama yaitu penangkapan ikan, yang secara ekonomi tidak penting tetapi secara politik simbolis; yang disebut sebagai level playing field, di mana UE ingin melindungi integritas pasar tunggal dari persaingan yang tidak adil dengan memastikan Inggris tidak menggunakan subsidi negara yang berlebihan atau memotong standar peraturannya sambil tetap memiliki akses bebas tarif dan kuota; dan tata kelola, soal bagaimana kesepakatan akan ditegakkan.