REPUBLIKA.CO.ID, BENGALURU - Vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh pembuat obat Inggris AstraZeneca Plc dan Universitas Oxford kemungkinan akan diizinkan untuk penggunaan darurat di Amerika Serikat pada bulan April. Hal ini diungkapkan kepala penasihat program vaksin Covid-19 AS pada Rabu (30/12).
Kepala penasihat Operation Warp Speed, Moncef Slaoui, mengatakan perekrutan untuk uji coba tahap akhir AS terhadap vaksin dari pembuat obat Inggris itu hampir selesai dengan lebih dari 29 ribu peserta terdaftar. "Kami memproyeksikan jika semuanya berjalan baik dengan pembacaan dan otorisasi penggunaan darurat dapat diberikan pada April," kata Slaoui.
Inggris menjadi negara pertama yang menyetujui vaksin AstraZeneca pada Rabu, sebagian berdasarkan data yang tidak dipublikasikan. Beberapa ilmuwan meragukan kekuatan hasil dari uji coba di Inggris dan Brasil, yang menunjukkan bahwa suntikan itu 90 persen efektif pada sub-kelompok peserta uji coba.
Kelompok itu menerima setengah dosis diikuti dengan dosis penuh, yang awalnya terjadi karena kesalahan. Namun tingkat kemanjuran adalah sebesar 62 persen jika dosis penuh diberikan dua kali, seperti pada kebanyakan peserta.
Slaoui mengatakan pada akhirnya evaluasi vaksin untuk otorisasi AS akan tergantung pada Administrasi Makanan dan Obat-obatan negara itu. Slaoui juga berhati-hati terkait apakah Amerika Serikat harus menerapkan panduan yang sama seperti regulator Inggris untuk membatasi dosis kedua vaksin Pfizer sebanyak 12 pekan, lebih lama dari yang dipelajari dalam uji klinis.
Meski data awalan menunjukkan perlindungan terhadap virus telah terbangun bagi mereka yang telah menerima dosis pertama, jangka waktu perlindungan tersebut masih belum dipelajari, kata Slaoui.
Para pejabat mengatakan 14 juta dosis Pfizer dan Moderna telah didistribusikan ke negara-negara bagian. Angka itu masih jauh dari target mereka untuk mengirim cukup dosis untuk memvaksinasi 20 juta orang Amerika bulan ini.
Hanya sekitar dua juta warga Amerika yang telah divaksinasi sejauh ini. Para pejabat mengatakan mereka masih mempelajari mengapa imunisasi lebih lambat dari yang mereka perkirakan.