REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Gubernur ibu kota Tokyo dan tiga prefektur sekelilingnya meminta pemerintah pusat mendeklarasikan darurat nasional. Tuntutan ini ajukan usai kasus infeksi virus corona melonjak drastis.
"Atas nama menghargai kehidupan, kami mengajukan tuntutan ini bersama-sama," kata Gubernur Tokyo Yuriko Koike, Sabtu (2/1).
Hal ini ia sampaikan usai menggelar rapat selama tiga jam dengan pejabat yang bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan pandemi virus korona serta gubernur Saitama, Chiba dan Kanagawa. Angka kasus infeksi di Jepang baru-baru ini melonjak tajam, terutama di wilayah perkotaan.
Pada malam tahun baru jumlah kasus infeksi di Tokyo mencapai 1.337. Banyak pihak yang khawatir untuk melanjutkan rencana menggelar Olimpiade pada Juli mendatang. Sekitar 11 ribu atlet sertai puluhan ribu tim dan kru medis masuk ke Jepang.
"Virus corona tidak tahu kalender," kata Koike, menyinggung kekhawatirannya mengenai meningkatnya jumlah kasus infeksi selama tahun baru.
"Rumah sakit semakin penuh, mempengaruhi perawatan medis semuanya," tambahnya.
Pejabat Jepang menangani pandemi mengatakan kedua belah pihak menyepakati situasinya semakin kritis. Tapi mereka akan berkonsultasi dengan pakar kesehatan terlebih dahulu sebelum memutuskan mengambil tindakan.
Jepang tidak pernah melakukan karantina nasional, berusaha menjaga agar ekonomi tetap berjalan sementara terus berupaya menurunkan risiko kesehatan. Himbauan protokol kesehatan tidak disertai dengan hukuman.
Pemerintah Jepang juga sempat memberikan pesan yang bertentangan dengan mengampanyekan pariwisata. Walaupun program tersebut sudah tidak dilanjutkan.
Perdana Menteri Yoshihide Suga dinilai gagal menanggulangi pandemi. Sejauh ini Jepang mencatat lebih dari 3.500 kasus kematian terkait virus corona.