REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Setelah perseteruan lebih dari tiga tahun, Arab Saudi dan Qatar sepakat untuk membuka kembali wilayah udara dan perbatasan mereka mulai Senin malam (4/1).
Menteri Luar Negeri Kuwait Sheikh Ahmad Nasser al-Sabah mengatakan Emir Kuwait Sheikh Nawaf al-Ahmad al-Jaber al-Sabah berbicara dengan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani dan Putra Mahkota Saudi Muhammad bin Salman melalui telepon untuk membahas masalah tersebut. Dia mengatakan para pemimpin setuju untuk membahas semua masalah terkait selama KTT Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) yang akan dimulai di ibu kota Saudi, Riyadh, pada Selasa.
Emir Kuwait akan mengambil bagian dalam KTT ke-41 dewan itu dalam perjalanan pertamanya ke luar negeri sejak dia menjabat pada 30 September, lansir Kantor Berita Kuwait (KUNA).
"Dalam perkembangan terkait, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman menegaskan kembali bahwa KTT GCC yang akan datang akan menjadi pertemuan puncak untuk menutup barisan dan menyatukan sikap dan untuk meningkatkan pawai kebaikan dan kemakmuran," kutip kantor berita resmi Saudi Press Agency.
KTT itu diharapkan menjadi saksi penandatanganan kesepakatan untuk rekonsiliasi Qatar dengan negara-negara yang memboikot, atau dengan Arab Saudi, sebagai langkah pertama. Dalam reaksi pertama dari UEA, Menteri Negara Urusan Luar Negeri Anwar Gargash menyebut acara di Riyadh sebagai puncak bersejarah yang setara.
Gargash mengatakan kekuatan regional ingin memulihkan kohesi Teluk dan memastikan keamanan, stabilitas serta kemakmuran negara dan rakyat adalah prioritas pertama.
“Kami memiliki lebih banyak pekerjaan [untuk dilakukan] dan kami berada di arah yang benar,” ujar dia.
UEA belum mengonfirmasi tingkat keterwakilannya di KTT tersebut, sementara pemimpin Bahrain dan Oman telah mengonfirmasi bahwa mereka tidak akan hadir. Delegasi kedua negara akan dipimpin oleh pejabat senior.
Kemajuan tersebut merupakan terobosan baru dalam upaya untuk mengakhiri krisis diplomatik yang dihadapi Qatar dengan Arab Saudi, UEA, Bahrain, dan Mesir sejak Juni 2017. Setelah menuduh Qatar mendukung terorisme dan mencampuri urusan internal mereka, keempat negara itu memutuskan hubungan dengan Doha dan memberlakukan blokade darat, laut, dan udara di negara itu.
Qatar, dengan dukungan Turki, secara konsisten membantah tuduhan tersebut dan menyuarakan kesiapan berdialog untuk mengakhiri kebuntuan.