REPUBLIKA.CO.ID,Salah satu cara penjajah Israel memorak-porandakan bangsa Palestina adalah dengan memisahkan unsur inti peradaban: keluarga. Hanin Zourba menjadi salah satu Muslimah Palestina yang merasakan kezaliman luar biasa Israel tersebut.
Setelah menikah beberapa bulan dengan Wasim al-Jallad, Hanin harus menerima kenyataan pahit saat suaminya ditangkap dan dijebloskan ke penjara Israel tanpa alasan. Wasim pun tak pernah berhadapan dengan pengadilan.
“Tentunya saat itu hati saya benar-benar terpukul. Namun, saya mencoba bersabar dan memohon kepada Allah untuk dikuatkan. Alhamdulillah, ujian ini saya terima dengan ikhlas sekuat tenaga,” kata Hanin dalam acara live streaming Family Fest 2 Extraordinary yang diadakan Adara Relief International, belum lama ini.
Hanin menjelaskan, keluarga menjadi faktor inti yang menjadi fokus penjajahan Israel. Bagi umat Islam, dia menjelaskan, keluarga merupakan fondasi terbentuknya karakter Islami. Hanin pun menceritakan bagaimana ia sedari kecil sangat mengagumi para pahlawan yang memperjuangkan hak keluarga serta bangsanya.
Begitu dewasa, Hanin mendambakan suami yang memiliki rasa cinta dan bangga terhadap tanah air serta agamanya. Kemuliaan dalam membela al-Aqsha, misalnya, bagi Hanin adalah kewajiban yang harus diemban seluruh umat Islam di dunia. “Maka, ketika suami saya dipenjara, saya mencoba teguhkan hati bahwasanya inilah jalan jihad kami,” ungkap dia.
Hanin melanjutkan, ketika Wasim dijebloskan ke penjara, tak satu pun informasi tentang itu yang bisa diakses. Berkali-kali Hanin mencoba menghubungi dan mengunjungi suaminya, tetapi hasilnya nihil. Ia hanya mendengar kabar Wasim dari para relawan palang merah bulan sabit yang mengunjungi tawanan. Dia mendapati bahwa para tawanan kerap dipukuli dan disiksa di dalam penjara.
Mendengar itu, Hanin mengungkapkan, hatinya terpukul dua kali. Namun, ia menyadari, ia lambat laun akan kehilangan akal pikiran apabila jatuh dalam kesedihan yang berlarut. Hanin pun memutuskan untuk melanjutkan studi S-1, S-2, hingga S-3.
Usai penantian selama 15 tahun, Hanin akhirnya mendapatkan kabar Wasim akan dibebaskan. “Alhamdulillah, kabar itu sangat menyejukkan hati saya. Bayangkan, saya tidak pernah bertemu Wasim sejak setelah beberapa bulan menikah hingga saat ini seujung kuku pun,” ungkapnya.
Perjuangan untuk bangsa dan al-Aqsha
Saat seseorang diberikan musibah dan ujian oleh Allah SWT, hanya segelintir umat-Nya saja yang mampu mendapatkan kemuliaan lewat kesabaran menempuh ujian. Hanin dan keluarga Palestina lainnya yang tercerai-berai akibat penjajah Israel boleh jadi merupakan salah satu bagian dari hamba-hamba Allah yang bersabar atas musibah dan ujian yang diberikan.
Meski dunia bungkam terhadap penjajahan Israel atas Palestina, Hanin menyebut tak ada satu pun yang mampu untuk menghentikan semangat perjuangan rakyat Palestina meraih kemerdekaan dan kebebasan al-Aqsha. “Yang diinginkan Israel adalah kita kalah dan menyerahkan harga diri kita. Tapi, bagi saya, kami rakyat Palestina, bahkan jangan sampai berhenti bermimpi membebaskan al-Aqsha dan Palestina. Itu yang selalu kami gelorakan,” ujar dia.
Untuk itu, Hanin menekankan pentingnya aspek keluarga bagi kelangsungan bangsa Palestina. Dari keluarga, upaya untuk pendidikan karakter, kebangsaan, serta agama dapat ditanamkan dengan baik. Bagi Hanin, penantian panjang selama 15 tahun untuk bertemu sang suami tak bisa dimaknai sebagai bentuk kekalahan.
Baginya , mendekamnya Wasim dipenjara dalam rentang waktu yang lama merupakan medali kehormatan. Medali itu didapatkan karena mampu memperjuangkan kemuliaan al-Aqsha dan tidak menggadaikannya seinci pun.“Kami tidak akan berhenti mengunjungi al-Aqsha. Tidak akan walau Wasim pernah dipenjara dengan lama dan baru akan dibebaskan dalam waktu dekat ini,” ujar dia.