REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemerintah Turki telah meminta warganya untuk berhenti menggunakan WhatsApp dan mengganti dengan layanan perpesanan lokal. Desakan ini muncul setelah pembaruan persyaratan layanan baru WhatsApp muncul.
"Perbedaan antara negara-negara anggota UE dan lainnya dalam hal privasi data tidak dapat diterima! Seperti yang telah kami kutip dalam Pedoman Keamanan Informasi dan Komunikasi, aplikasi asal asing menanggung risiko signifikan terkait keamanan data," kata Kepala Kantor Transformasi Digital Kepresidenan Turki, Ali Taha Koc.
Aplikasi perpesanan populer meminta sekitar dua miliar penggunanya untuk menerima persyaratan baru pada Kamis (6/1). Aturan baru ini memungkinkan pengguna berbagi lebih banyak data dengan perusahaan induk Facebook.
Langkah tersebut dikritik karena memaksa pengguna untuk menerima perubahan atau harus menerima pemutusan akses mulai 8 Februari. Koc menyampaikan kritik persyaratan layanan baru serta pengecualian yang diumumkan dari aturan berbagi data baru untuk pengguna Inggris dan Uni Eropa.
"Itulah mengapa kami perlu melindungi data digital kami dengan perangkat lunak lokal dan nasional dan mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan kami. Jangan lupa bahwa data Turki akan tetap berada di Turki berkat solusi lokal dan nasional," kata Koc mendesak warga Turki menggunakan aplikasi nasional dan lokal seperti BiP dan Dedi, dikutip dari middleeasteye
Menurut kantor berita pemerintah, Anadolu Agency, layanan pesan aman Telegram telah menjadi aplikasi perpesanan yang paling banyak diunduh di App Store Apple di Turki, diikuti oleh Signal, WhatsApp, dan BiP. Sementara di Play Store Android, Telegram juga merupakan unduhan teratas, diikuti oleh WhatsApp dan BiP.