REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemain NBA asal Turki Enes Kanter berharap pemerintahan Presiden Amerika (AS) Joe Biden mengubah kebijakan luar negeri AS terhadap Turki. Amerika diharapkan membawa Turki ke sistem demokrasi yang benar.
"Saya berharap Presiden Biden dapat membantu tujuan yang telah saya dukung selama bertahun-tahun yaitu hak dan kebebasan bagi orang-orang di Turki, negara asal saya, yang saat ini tidak terjadi di bawah pemerintahan Erdogan," kata Enes Kanter dilansir WSJ, Selasa (12/1).
Sebagai negara Muslim yang modern dan makmur, Turki sering disebut-sebut sebagai cerminan dan panutan dalam sistem otokrasi di Timur Tengah dan dalam cara yang lebih baik. Namun hanya dalam satu dekade Turki telah berubah menjadi bentuk otokrasi lain.
"Seruan saya agar AS mendorong Turki ke arah yang benar telah membawa pada ancaman pembunuhan, surat perintah penangkapan internasional, upaya penculikan, dan pelecehan bahkan di wilayah AS. Namun tidak peduli apa yang terjadi pada saya dan keluarga saya, Anda tidak dapat memberi label harga pada kebebasan," tegasnya.
Menurut Enes Kanter, Amerika harus membantu rakyat Turki memulihkan demokrasi di negaranya. "Mengapa AS harus membantu rakyat Turki memulihkan demokrasi mereka? Tidak hanya berbuat baik di dunia, tetapi harus menjadi kepentingan nasional Amerika," ujarnya.
Ia menambahkan, Turki yang demokratis lebih cenderung bersekutu dengan AS di luar negeri. Kini, Ankara berpaling ke Qatar untuk bantuan finansial dan Rusia untuk keamanan.
"Politik Turki membuat takut investor dan menyulitkan AS untuk menjual senjata. Meski setengah dari perdagangan Turki adalah dengan Eropa dan ekonominya yang digerakkan oleh kredit bergantung pada investasi Barat," ujarnya.
AS dan NATO selama beberapa dekade telah memberi Turki payung keamanan. "Kerja sama dengan Barat yang realistis, tetapi rezim Recep Tayyip Erdogan tampak menjadi penghalang," katanya.
Kondisi ekonomi Turki yang goyah berusaha dipertahankan oleh pemerintah Erdogan dengan mengorbankan stabilitas regional. "Sebagai imbalan atas investasi dari Qatar, Turki telah melakukan campur tangan di Libya dan Suriah dan menghadapi saingan Qatar dan sekutu AS, yaitu Uni Emirat Arab dan Arab Saudi," Kata Karter.
Di sisi lain Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menempuh kebijakan keras terhadap para pengkritiknya. Banyak warga sipil, akademisi, jurnalis, dan aktivis Turki yang dipenjara karena mengkritik pemerintahan Erdogan.
Karenanya, negara-negara pengusung demokrasi diharapkan untuk membantu Turki terbebas dari rezim Erdogan. Hal itu adalah satu-satunya cara mengingat semakin ketatnya cengkeraman pemerintah terhadap kebebasan warga Turki.
"Erdogan tidak sudi mendengar pendapat orang lain, apalagi saya. Akan tetapi negara-negara demokrasi, Barat, negara-negara Islam bisa mengambil sikap bersama untuk menghentikan tiraninya," tegas Fethullah Gulen beberapa waktu lalu.
Profesor hubungan antaragama di Universitas Duke, Carolina, AS, menambahkan setiap kali terpojok, Erdogan selalu menyalahkan komunitas Gulen. "Dan setiap kali Erdogan terpojok maka isu komunitas Gulen dijadikan sebagai senjata," ujarnya.