Kamis 14 Jan 2021 09:07 WIB

House Kembali Makzulkan Donald Trump

Trump menjadi presiden pertama dalam sejarah AS yang dimakzulkan dua kali oleh House.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump (kiri)
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Donald Trump pada Rabu (13/1), menjadi presiden pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS) yang mendapatkan dipecat dua kali oleh Houes (majelis rendah AS).  Berdasarkan hasil pemungutan suara sebanyak 232 anggota mendukung pemakzulan dan 197 menolak.

Sebanyak 10 anggota dari Partai Republik bergabung dengan Demokrat di House of Representatives menuduh Trump menghasut pemberontakan dengan kekerasan di Gedung Capitol pekan lalu. Salah satu yang menggugat Trump, termasuk Liz Cheney.

Baca Juga

“Saya tidak memilih pihak, saya memilih kebenaran,” kata Jamie Herrera Beutler dari Partai Republik saat mengumumkan dukungannya untuk pemakzulan.

Langkah 10 anggota itu dianggap melanggar prosedur standar. Hanya saja para pemimpin Partai Republik menahan diri dari mendesak anggotanya untuk memilih menentang pemakzulan dan  menyebut pemungutan suara itu sebagai masalah hati nurani individu.

House mengeluarkan satu pasal pemakzulan  menuduh Trump menghasut pemberontakan yang berfokus pada pidato disampaikan kepada ribuan pendukung tidak lama sebelum massa pro-Trump mengamuk di Capitol. Massa mengganggu pengesahan kemenangan Biden atas Trump dalam pemilihan 3 November.

"Presiden Amerika Serikat menghasut pemberontakan ini, pemberontakan bersenjata melawan negara kita bersama," kata Ketua House Nancy Pelosi, sebelum pemungutan suara.

Anggota Kongres Demokrat, Joaquin Castro menyebut Trump sebagai "orang paling berbahaya yang pernah menduduki Oval Office."

Anggota Kongres, Maxine Waters, menuduh Trump menginginkan perang saudara dan Jim McGovern mengatakan bahwa presiden "menghasut percobaan kudeta."

Meski telah disahkan House, sidang tidak akan berjalan cepat hingga masa jabatan Trump habis. Untuk menyingkirkan Trump, butuh persetujuan dari Senat.

Pemimpin mayoritas Senat dari Partai Republik, Mitch McConnell, menolak seruan Demokrat untuk sidang pemakzulan cepat. Dia mengatakan tidak ada cara untuk menyimpulkannya sebelum Trump meninggalkan jabatannya.

Mayoritas dua pertiga anggota Senat akan diperlukan untuk menghukum dan memberhentikan Trump. Artinya setidaknya 17 Republikan di lembaga beranggotakan 100 orang harus bergabung dengan Demokrat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement