REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan pidato perpisahan, Selasa (19/1) waktu setempat. Dia mendoakan pemerintahan baru AS yang dipimpin Joe Biden dari Partai Demokrat.
Dalam salam perpisahannya, dia juga menyinggung penggerudukan massa terhadap Capitol Hill pada 6 Januari. Video pidato perpisahan berdurasi hampir 20 menit dirilis di hari terakhir Trump menjabat sebagai Presiden ke-45 AS. Dia mengatakan, dia bangga meninggalkan Gedung Putih setelah melakukan apa yang memang harus dilakukan pada pemerintahannya.
"Pekan ini, kami meresmikan pemerintahan baru dan berdoa untuk keberhasilannya menjaga keamanan dan kemakmuran Amerika. Kami menyampaikan harapan terbaik kami, dan kami juga ingin mereka beruntung, kata yang sangat penting," ujar Trump dilansir laman South China Morning Post, Rabu (20/1).
Selama pidatonya, Trump sama sekali tidak pernah menyebut nama presiden terpilih Joe Biden atau wakil presiden terpilih Kamala Harris. Trump malah memberikan kecaman singkat atas serangan 6 Januari di Capitol yang menyebabkan aula Kongres digeledah dan lima orang tewas, termasuk seorang petugas polisi.
"Semua orang Amerika ngeri dengan serangan di Capitol kami. Kekerasan politik adalah serangan terhadap semua yang kami hargai sebagai orang Amerika, itu tidak akan pernah bisa ditoleransi," ujar Trump dalam video yang dilatarbelakangi empat bendera AS.
"Sekarang, lebih dari sebelumnya kita harus bersatu di sekitar nilai-nilai bersama dan bangkit dari dendam partisan dan menempa takdir kita bersama," ujarnya menambahkan.
Dalam pidatonya juga, Trump memuji pemerintahannya yang menerapkan reformasi pada pajak, perang perdagangan terhadap Cina, mengumandangkan renegosiasi atas Kesepakatan perdagangan Nafta, hingga mengeklaim bahwa dirinya telah membangun ekonomi terbesar dalam sejarah dunia.
Dia bergeming menyalahkan pandemi virus corona untuk keruntuhan ekonomi negara setahun belakangan. Selain itu, Trump juga memuji pemerintahannya sendiri karena menarik AS keluar dari perjanjian iklim Paris, meski Biden berencana akan memasukkan kembali AS ke kesepakatan tersebut.