REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengajak masyarakat AS yang terpecah-belah untuk memperbaiki persatuan. Presiden AS ke-46 itu mewarisi Amerika yang terpecah-belah, diguncang krisis ekonomi, dan pandemi virus corona yang telah menewaskan 400 ribu orang warganya.
Biden mengambil sumpah jabatan di Capitol Hill yang dua pekan lalu diserang pendukung Donald Trump. Dalam pidatonya yang menandai berakhirnya masa jabatan Trump yang penuh gejolak, ia menawarkan pesan-pesan persatuan.
"Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, memulihkan jiwa, dan mengamankan masa depan Amerika, banyak diperlukan dibandingkan hanya kata-kata, itu membutuhkan hal yang paling sulit dipahami dari demokrasi, yaitu persatuan," kata Biden usai mengambil sumpah jabatan, Kamis (21/1).
"Kami harus akhirnya perang tak beradab yang mempertemukan merah lawan biru, desa lawan kota, konservatif lawan liberal, kami bisa melakukan ini jika kami membuka jiwa kami alih-alih memperkeras hati kami," tambahnya.
Tema pidato Biden sepanjang 21 menit itu mencerminkan apa yang menjadi pusat perhatiannya selama kampanye pemilihan presiden. Ia membentuk citranya sebagai pemimpin yang penuh empati sangat berbeda dari Trump yang memecah-belah.
Baca juga : Sampaikan Pidato Pelantikan, Joe Biden Sindir Trump
Ia berjanji untuk segera mengambil tindakan segera setelah memasuki Gedung Putih. Biden segera menandatangani sejumlah perintah eksekutif untuk mengubah kebijakan-kebijakan Trump yang paling kontroversial.
Biden mewajibkan pemakaian masker di semua properti pemerintah federal. Ia membawa AS bergabung kembali ke Perjanjian Iklim Paris dan mencabut larangan masuk imigran dari negara mayoritas Muslim.
Pada wartawan Biden mengatakan Trump meninggalkan 'surat yang sangat baik'. Akan tetapi ia tidak akan membukanya hingga berbicara dengan Trump.