REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Rabu mengakhiri larangan perjalanan pendahulunya di beberapa negara mayoritas Muslim, yang oleh pemerintahan baru disebut diskriminatif.
Biden menandatangani perintah eksekutif di Kantor Oval setelah mengambil sumpah untuk menjadi presiden ke-46 negara itu. Dalam proklamasinya, dia mengatakan AS dibangun di atas dasar kebebasan beragama dan toleransi, sebuah prinsip yang diabadikan dalam konstitusi negara.
Trump memperkenalkan larangan tersebut pada Maret 2017 dengan perintah eksekutif, disusul dengan proklamasi yang memperkenalkan proses pemeriksaan.
Dia mengutip percobaan masuknya teroris atau ancaman keamanan publik sebagai alasan dan mencegah individu memasuki AS dari negara-negara Muslim dan kemudian beberapa negara Afrika lainnya.
"Keamanan nasional kami akan ditingkatkan dengan mencabut Perintah Eksekutif dan Proklamasi," kata Biden, sambil memerintahkan semua kedutaan dan konsulat Amerika untuk melanjutkan pemrosesan visa dengan cara yang konsisten dengan langkah tersebut.
"Pembatasan itu berakar pada permusuhan agama dan xenofobia," kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki kepada wartawan pada konferensi pers.
Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), organisasi hak-hak sipil Muslim terbesar di negara itu, menyambut baik langkah tersebut, menyebutnya sebagai langkah pertama yang penting untuk membatalkan kebijakan anti-Muslim dan anti-imigran dari pemerintahan sebelumnya.
"Ini adalah pemenuhan penting dari janji kampanye kepada komunitas Muslim dan sekutunya," kata kepala CAIR Nihad Awad.