REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pembuat vaksin virus corona Pfizer-BioNTech mengumumkan pada akhir pekan ini siap memberikan hingga 40 juta dosis awal untuk negara-negara miskin. Rencana pembagian vaksin Covid-19 itu diberikan melalui inisiasi Kerjasama Vaksin Dunia (COVAX).
"Peluncuran vaksin yang mendesak dan adil bukan hanya keharusan moral, tetapi juga keamanan kesehatan, keharusan strategis dan ekonomi," kata Tedros Ghebreyesus selaku Direktur Jenderal WHO, dalam webinar dilansir dari kantor berita Bernama pada Ahad (24/1).
"Perjanjian dengan Pfizer ini akan membantu memungkinkan COVAX menyelamatkan nyawa, menstabilkan sistem kesehatan dan mendorong pemulihan ekonomi global," lanjut Tedros.
Tedros menyebut skema akses vaksin COVAX sesuai perjanjian dengan Pfizer-BioNTech mencapai 40 juta dosis. Kesepakatan ini muncul setelah kekhawatiran bahwa negara-negara miskin tertinggal untuk memerangi pandemi mematikan asal China itu.
Pengumuman tersebut juga disampaikan satu hari setelah Amerika Serikat mengumumkan komitmen kembali kepada WHO setelah mantan Presiden Donald Trump mengatakan akan meninggalkan badan kesehatan global PBB tersebut.
Sementara itu, pakar penyakit menular terkemuka di AS Anthony Fauci mengatakan AS akan mendaftar untuk COVAX. "Komitmen Amerika Serikat untuk bergabung dengan COVAX bersama dengan perjanjian baru dengan Pfizer-BionTech ini berarti kami semakin dekat untuk memenuhi janji COVAX," ujar Tedros.
Selain itu, COVAX mengumumkan sambil menunggu daftar penggunaan darurat WHO, hampir 150 juta dosis kandidat AstraZeneca/Oxford Inggris-Swedia akan tersedia pada kuartal pertama 2021. Pembuatan vaksin dilakukan melalui perjanjian dengan Serum Institute of India (SII) dan AstraZeneca.
"Ini tidak hanya signifikan untuk COVAX; ini adalah langkah maju yang besar untuk akses yang adil ke vaksin dan bagian penting dari upaya global untuk mengalahkan pandemi ini," kata Seth Berkley selaku CEO Gavi, aliansi vaksin yang memimpin Pengadaan dan pengiriman COVAX.
Diketahui, 39 juta dosis telah diberikan di 49 negara berpenghasilan tinggi. Namun hanya 25 dosis yang diberikan ke salah satu negara berpenghasilan terendah.