REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Penasihat medis utama Prancis mengatakan pada Ahad (24/1) bahwa lockdown nasional ketiga mungkin akan segera diperlukan untuk memerangi virus corona di negara itu. Jam malam yang ketat diberlakukan akhir pekan lalu tetapi kasus terus meningkat.
Prof Jean-Francois Delfraissy, kepala dewan ilmiah yang menasihati para pemimpin tentang Covid-19, mengatakan ada keadaan darurat dan pekan ini sangat penting. Dia menyerukan tindakan cepat pemerintah di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang penyebaran varian baru virus corona.
Prof Delfraissy mengatakan data menunjukkan varian baru yang lebih dapat ditularkan yang pertama kali terdeteksi di Inggris sekarang mencapai antara tujuh sampai sembilan persen dari kasus di beberapa wilayah Prancis dan akan sulit dihentikan.
Dia mengatakan negara itu berada dalam situasi yang lebih baik daripada negara lain di Eropa, tetapi menggambarkan varian baru sebagai setara dengan pandemi kedua. "Jika kita tidak memperketat peraturan, kita akan menemukan diri kita dalam situasi yang sangat sulit mulai pertengahan Maret," kata penasihat itu dilansir BBC, Senin (25/1).
Pemerintah Prancis diperkirakan akan bertemu pada Rabu (27/1) untuk memutuskan apakah tindakan lebih lanjut diperlukan. Para pejabat sejauh ini menolak penerapan lockdown nasional ketiga. Mereka lebih memilih sistem jam malam yang memungkinkan sekolah tetap buka.
Akan tetapi jumlah infeksi harian meningkat dengan rata-rata pergerakan tujuh hari sekarang di atas 20 ribu meskipun ada jam malam pukul 18.00. Perdana Menteri Prancis Jean Castex sebelumnya mengatakan pembatasan dapat diberlakukan tanpa penundaan jika situasinya semakin memburuk.
Jumlah kematian akibat virus di negara itu mencapai 73 ribu pada Ahad karena Prancis memperketat pembatasan kedatangan ke negara itu. Di bawah aturan baru, siapa pun yang masuk dari dalam Uni Eropa (UE) melalui udara atau feri sekarang harus menunjukkan hasil tes Covid-19 negatif dalam 72 jam perjalanan.
Mereka yang memasuki Prancis dari UE melalui jalan darat, termasuk pekerja lintas batas, tidak akan diminta untuk mengikuti tes. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan pekan lalu bahwa semua perjalanan yang tidak penting harus sangat dilarang. Akan tetapi negara-negara UE sejauh ini setuju untuk tetap membuka perbatasan.