REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Pemerintah Qatar mengutuk serangan udara yang menargetkan Ibu Kota Arab Saudi, Riyadh. Doha menegaskan, penolakannya terhadap aksi terorisme.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Senin (25/1), Kementerian Luar Negeri Qatar menyebut serangan yang mengarah ke Riyadh sangat membahayakan warga sipil. "(Serangan itu) bertentangan dengan semua norma dan hukum internasional," katanya, dikutip laman Anadolu Agency.
Qatar menolak kekerasan, terorisme, dan tindakan kriminal, terlepas dari apa pun motif serta alasannya. Akhir pekan lalu, kelompok pemberontak Houthi Yaman meluncurkan serangan misil atau drone ke Riyadh. Namun koalisi militer Saudi berhasil mencegat serangan tersebut. Serangan semacam itu kerap dilakukan Houthi.
Ini merupakan pertama kalinya Qatar membuka suara atas serangan terhadap Saudi dalam tiga tahun terakhir. Sejak Juni 2017, Riyadh dan Doha terlibat perselisihan, kemudian saling memutuskan hubungan diplomatik. Selanjutnya Saudi memberlakukan blokade terhadap negara tetangganya tersebut.
Pada 4 Januari lalu Saudi setuju mencabut blokadenya terhadap Qatar. Hal itu diumumkan menjelang perhelatan KTT Dewan Kerja Sama Teluk (GCC ke-41) yang digelar di AlUla, Saudi.
"Kebijakan Kerajaan Arab Saudi, di bawah kepemimpinan Penjaga Dua Masjid Suci Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud, didasarkan pada pendekatan solid yang menargetkan pencapaian kepentingan utama negara-negara anggota GCC dan negara-negara Arab, selain memanfaatkan seluruh upaya untuk kebaikan rakyat mereka serta mewujudkan keamanan dan stabilitas mereka," kata Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) dalam sebuah pernyataan.
Langkah Saudi mencabut blokade terhadap Qatar diikuti oleh tiga negara lainnya, yakni Mesir, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA). Dalam krisis Teluk, keempat negara tersebut menuduh Qatar mendukung kegiatan terorisme dan ekstremisme di kawasan.
Mereka menuntut Qatar menurunkan hubungan diplomatik dengan Iran dan menutup media Aljazirah. Doha juga diminta menutup pangkalan militer Turki di negaranya. Jika menginginkan boikot dan blokade dicabut, Qatar harus memenuhi semua tuntutan tersebut. Qatar menolak tunduk dan akhirnya dikucilkan.