REPUBLIKA.CO.ID, SANAA – Pemantau sanksi PBB independen menuduh pemerintah Yaman, dalam sebuah laporan yang dilihat oleh Reuters pada Selasa, melakukan pencucian uang dan korupsi. Hal ini berdampak buruk pada akses ke pasokan makanan yang memadai. Mereka mengatakan gerakan Houthi mengumpulkan setidaknya 1,8 miliar dolar Amerika pendapatan negara pada tahun 2019 untuk mendanai upaya perangnya.
Laporan ini juga bertepatan dengan pejabat PBB yang menyebut Yaman berada di ambang kelaparan skala besar, yakni jutaan warga sipil dalam risiko. Selain itu, para pemantau juga mengatakan Arab Saudi menyetor 2 miliar dolar Amerika ke Bank Sentral Yaman pada Januari 2018 di bawah program pembangunan dan rekonstruksi.
Uang tersebut dimaksudkan untuk membeli komoditas, memperkuat ketahanan pangan, dan menstabilkan harga domestik. Investigasi PBB menemukan Bank Sentral Yaman melanggar aturan valuta asingnya dengan memanipulasi pasar valuta asing dan mencuci sebagian besar dari deposito Saudi dalam skema pencucian uang. Ini membuat para perusahaan swasta menerima 423 juta dolar Amerika.
“Uang 423 juta dolar Amerika adalah uang publik yang telah ditransfer secara ilegal ke perusahaan swasta. Dokumen yang disediakan oleh Bank Sentral Yaman gagal menjelaskannya,” kata PBB, dilansir Al Arabiya, Rabu (27/1).
Para pengawas mengatakan mereka memandangnya sebagai tindakan pencucian uang dan korupsi yang dilakukan oleh lembaga pemerintah. Dalam hal ini Bank Sentral Yaman dan Pemerintah Yaman berkolusi dengan bisnis dan tokoh politik. Pemerintah Yaman, Bank Sentral, dan Houthi tidak segera menanggapi tuduhan tersebut.
Pejabat PBB mencoba menghidupkan kembali pembicaraan damai untuk mengakhiri perang karena penderitaan Yaman juga diperburuk oleh keruntuhan ekonomi dan pandemi Covid-19. Para pengawas PBB melaporkan ada semakin banyak bukti yang menunjukkan individu dalam Republik Islam Iran terlibat dalam pengiriman senjata dan komponen senjata ke Houthi. Namun, Iran membantah tuduhan itu.