Jumat 29 Jan 2021 06:40 WIB

Telatnya Pasokan Vaksin AstraZeneca Bisa Picu Perang Dagang

Keterlambatan pasokan vaksin dari AstraZeneca bisa picu perang dagang Inggris-UE

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Christiyaningsih
Perusahaan farmasi asal Inggris AstraZeneca
Foto: pharmafile.com
Perusahaan farmasi asal Inggris AstraZeneca

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Anggota Parlemen Jerman memperingatkan raksasa farmasi AstraZeneca dapat memicu perang dagang Inggris-Uni Eropa (UE) kecuali jika perusahaan mengubah jalur pasokan vaksinnya dengan Brussels.

AstraZeneca mengatakan kepada Komisi Eropa pekan lalu bahwa akan ada kekurangan 60 persen pasokan vaksin pada kuartal ini karena masalah produksi. Kedua belah pihak gagal mencapai kesepakatan pada Rabu (27/1) mengenai hal ini.

Baca Juga

Otoritas kesehatan Belgia mengatakan pada Kamis (28/1) mereka telah memeriksa pabrik farmasi untuk mengetahui apakah penundaan yang diperkirakan dalam pengiriman vaksin virus corona AstraZeneca disebabkan oleh masalah produksi, seperti yang diklaim perusahaan.

Komisi Eropa telah meminta pemerintah Belgia untuk memeriksa pabrik tersebut di tengah perselisihan publik yang memanas antara blok 27 negara itu dan pembuat obat Anglo-Swedia. Badan Obat-obatan Eropa berencana untuk menyetujui vaksinasi AstraZeneca pekan ini. Itu terjadi di tengah frustrasi dengan kecepatan peluncuran vaksin di Eropa.

Sebaliknya, Inggris telah memberikan 7,6 juta vaksin. Pfizer-BioNTech adalah salah satu dari tiga vaksin yang telah disetujui. BioNTech adalah perusahaan farmasi Jerman.

Dilansir Euronews pada Jumat (29/1), anggota parlemen Jerman Peter Liese telah mengangkat prospek kemungkinan perang perdagangan vaksin. "Selama lima pekan ini vaksin BioNTech yang hanya diproduksi di Eropa, yang dikembangkan dengan bantuan negara Jerman dan uang Uni Eropa, dikirim ke Inggris," kata Liese.

Liese mengatakan orang-orang di Inggris Raya divaksinasi dengan vaksin yang sangat bagus yang diproduksi di Eropa (BioNTech) dan didukung oleh uang Eropa. Menurutnya ini berarti warga Eropa telah memberikan vaksin berkualitas tinggi ini ke Inggris dan tidak akan menerima diperlakukan sebagai kelas dua oleh perusahaan yang berbasis di Inggris.

"Saya pikir satu-satunya konsekuensi adalah dengan segera menghentikan ekspor vaksin BioNTech dan kemudian kita berada di tengah perang dagang. Jadi, perusahaan dan Inggris sebaiknya berpikir dua kali," tegasnya.

Liese juga tidak senang dengan komentar bos AstraZeneca bahwa karena UE telah memesan pasokannya tiga bulan setelah Inggris, waktu untuk menyelesaikan masalah produksi berkurang. Ia melihat Eropa tidak diperlakukan dengan baik dari Amerika Serikat dan dari Inggris. Padahal menurutnya Eropa selalu terbuka untuk kerja sama.

"Eropa adalah pemrakarsa COVAX. Namun Inggris membuat perjanjian 'Inggris yang pertama', jadi kita perlu bereaksi terhadap ini. Jika Inggris dulu dan jika AS dulu, maka kita perlu memberi tahu perusahaan lain di dunia jika mereka memperlakukan orang Eropa sebagai kelas dua, kalian akan menderita karena ini," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement