REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Presiden Joe Biden akan meninjau kembali kebijakan Amerika Serikat (AS) di Kuba. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki pada Kamis (28/1).
“Kebijakan Kuba kami diatur oleh dua prinsip. Pertama, dukungan untuk demokrasi dan hak asasi manusia, itu akan menjadi inti dari upaya kami. Kedua adalah orang Amerika, terutama orang Kuba Amerika, adalah duta kebebasan terbaik di Kuba. Jadi kami akan meninjau kebijakan administrasi Trump," ujar Psaki.
Sebelumnya mantan presiden Donald Trump menekan Kuba setelah dia menjabat pada 2017. Pemerintahan Trump memperketat pembatasan perjalanan dan pengiriman uang dolar AS ke Kuba. Selain itu, pemerintahan Trump juga menjatuhkan sanksi pada pengiriman minyak dari Venezuela ke Kuba.
Kebijakan itu populer di kalangan populasi besar Kuba-Amerika di Florida Selatan dan membantu Trump memenangkan suara di negara bagian tersebut. Sembilan hari sebelum Trump meninggalkan jabatannya, pemerintahannya mengumumkan bahwa mereka akan mengembalikan Kuba ke dalam daftar negara sponsor terorisme di AS. Hal ini merupakan langkah yang dapat mempersulit upaya Biden untuk menghidupkan kembali hubungan AS-Kuba yang lebih baik.
Seorang pejabat tinggi di Kuba mengatakan kepada Reuters pekan lalu bahwa dia berharap Biden akan segera membalikkan pendekatan garis keras dari pendahulunya. Pejabat yang tidak disebutkan namanya itu berharap Biden dapat melanjutkan kebijakan yang dimulai oleh pemerintahan mantan presiden Barack Obama pada 2015.
Menghapus Kuba dari daftar hitam telah menjadi salah satu pencapaian utama kebijakan luar negeri Obama saat ia berusaha meningkatkan hubungan dengan negara tersebut. Upaya ini didukung oleh Biden yang ketika itu menjabat sebagai wakil presidennya.