REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA--Pemerintah Turki berharap Amerika Serikat (AS) akan kembali ke kesepakatan nuklir dengan Iran di bawah pemerintahan Presiden AS Joe Biden. Harapan ini dijelaskan oleh Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, Jumat (29/1).
Pernyataan itu dikatakan oleh Mevlut pada konferensi pers bersama dengan Diplomat Iran Javad Zarif di Istanbul. Ia mengatakan Turki juga ingin melihat sanksi yang dijatuhkan pada Iran dicabut.
"Saya berharap dengan pemerintahan Biden, Amerika Serikat kembali ke perjanjian ini dan kerja sama dalam masalah (nuklir) dipulihkan," kata Cavusoglu. Dengan cara ini, Insya Allah sanksi dan embargo yang diberlakukan terhadap Iran dicabut, "katanya dilansir dari Arab News.
Sebelumnya, Mantan Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik Amerika dari kesepakatan nuklir Iran pada 2018. Berdasarkan kesepakatan itu, Teheran telah setuju untuk membatasi pengayaan uraniumnya dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi.
Setelah AS memberikan sanksi, Iran secara bertahap meninggalkan batasan kesepakatan pada pengembangan nuklirnya. Televisi pemerintah Iran melaporkan Kamis bahwa Iran telah melebihi 20 persen pengayaan uranium dalam waktu satu bulan, memindahkan program nuklirnya lebih dekat ke tingkat pengayaan untuk senjata.
Biden, yang menjadi wakil presiden ketika kesepakatan itu ditandatangani selama pemerintahan Obama, mengatakan dia berharap untuk mengembalikan AS ke kesepakatan itu.
"Amerika Serikat secara sepihak menarik diri dari tindakan komprehensif ini.Merupakan kewajiban Amerika Serikat untuk kembali ke perjanjian ini dan memenuhi kewajibannya,"kata Javad Zarif.
"Saat Amerika Serikat memenuhi komitmennya, kami akan siap untuk memenuhi komitmen kami," Zarif.
Zarif berada di Turki sebagai bagian dari tur ke negara-negara di Kaukasus selatan yang bertujuan untuk membangun dukungan untuk sekutu regional yang akan mencakup Armenia, Azerbaijan, Georgia, Iran, Rusia, dan Turki, serta mendorong kerja sama antar negara.
Inisiatif itu diusulkan menyusul kesepakatan gencatan senjata pada November yang menghentikan konflik berminggu-minggu antara Armenia dan Azerbaijan atas wilayah separatis Nagorno-Karabakh.
"Gencatan senjata yang ada harus dibuat lebih tahan lama dan perdagangan serta kerjasama ekonomi harus diperkuat," ungkapnya.