REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, Stéphane Dujarric mengatakan, Guterres mengecam penahanan Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan pemimpin politik lainnya dilakukan militer. Guterres prihatin dengan deklarasi pengalihan kekuasan legislatif, eksekutif, dan yudikatif ke militer.
"Perkembangan ini merupakan pukulan telak bagi reformasi demokrasi di Myanmar," kata Dujarric dalam pernyataan yang dirilis di situs resmi PBB, Senin (1/2).
Ia menambahkan, hasil pemilihan umum 8 November 2020 memberikan mandat pada National League for Democracy (NLD). Hal itu menunjukkan kuatnya keinginan rakyat Myanmar untuk melanjutkan reformasi demokrasi yang telah diraih dengan susah payah.
"Sekretaris Jenderal mendesak pemimpin-pemimpin militer untuk menghormati kehendak rakyat Myanmar dan mematuhi norma-norma demokrasi dengan segala perbedaan pendapat diselesaikan melalui dialog damai," kata Dujarric.
Dujarric mengatakan, Guterres mendesak semua pemimpin bertindak berdasarkan kepentingan reformasi demokrasi Myanmar. Menggelar dialog damai yang berarti, menahan diri dari kekerasan, dan menghormati hak asasi manusia serta kebebasan dasar.
Baca juga : Militer Myanmar akan Ambil Alih Kekuasaan Selama Setahun
"Sekretaris Jenderal menegaskan kembali dukungan tak tergoyahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada rakyat Myanmar untuk mencapai demokrasi, perdamaian, hak asasi manusia, dan supremasi hukum," tutup Dujarric dalam pernyataan tersebut.