REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khawatir kudeta di Myanmar akan memperburuk keadaan sekitar 600 ribu Muslim Rohingya yang masih berada di negara itu, Senin (1/2). Dewan Keamanan (DK) berencana untuk bertemu mengenai perkembangan terbaru pada Selasa (2/2).
"Ada sekitar 600 ribu orang Rohingya yang tetap tinggal di Negara Bagian Rakhine, termasuk 120 ribu orang yang secara efektif dikurung di kamp. Mereka tidak dapat bergerak bebas dan memiliki akses yang sangat terbatas ke layanan kesehatan dan pendidikan dasar," kata Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric.
Tindakan keras militer pada 2017 di negara bagian Rakhine mengirim lebih dari 700 ribu Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan negara-negara Barat menuduh militer Myanmar melakukan pembersihan etnis, meski dibantahnya.
"Jadi, ketakutan kami adalah bahwa peristiwa tersebut dapat memperburuk situasi bagi mereka,” kata Dujarric.
Pernyataan juru bicara PBB ini merujuk pada peristiwa militer Myanmar merebut kekuasaan pada Senin dalam kudeta melawan pemerintah Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis. Suu Kyi ditahan bersama dengan para pemimpin politik lainnya dalam penggerebekan dini hari.