REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB menggelar rapat tertutup secara virtual membahas soal keadaan di Myanmar, Selasa (2/2) waktu setempat. Namun, pernyataan final masih dalam pembahasan sebab perundingan masih dilanjutkan.
"China dan Rusia telah meminta waktu lebih banyak waktu," ujar salah seorang diplomat setelah pertemuan konferensi video yang berlangsung lebih dari dua jam, dikutip laman Channel News Asia, Rabu (3/2).
"Sebuah pernyataan masih dalam pembahasan," ujar diplomat lain yang juga tidak bersedia menyebutkan jati dirinya. Menurut diplomat lain, China meminta pertemuan diadakan secara tertutup.
Menurut draft teks dari pertemuan tersebut, Dewan Keamanan PBB akan menyerukan kembalinya kekuasaan sipil menyusul kudeta Senin (1/2). Dalam kudeta militer Senin lalu, pemimpin sipil yang terpilih secara demokratis Aung San Suu Kyi dan politisi lainnya ditahan.
Teks yang dirancang oleh Inggris, juga akan menyerukan militer Myanmar untuk segera membebaskan mereka yang ditahan secara tidak sah. Draft itu juga akan menuntut agar keadaan darurat satu tahun dicabut dan agar semua pihak mematuhi norma-norma demokrasi.
Baca juga : Saudi Larang Masuk WNA Asal 20 Negara Termasuk Indonesia
Namun, draf itu tidak menyebutkan sanksi. Untuk dapat diadopsi, diperlukan dukungan dari China, pendukung utama Myanmar di PBB dan hak veto sebagai anggota tetap Dewan Keamanan.