Rabu 03 Feb 2021 12:50 WIB

Dokter-Dokter di Myanmar Berhenti Kerja untuk Protes Kudeta

Dokter-dokter menyebut tentara Myanmar menempatkan kepentingan sendiri saat pandemi

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
 Pendukung militer Myanmar berkumpul di dekat truk yang dihiasi dengan bendera militer, bendera agama Buddha, dan bendera nasional Senin, 1 Februari 2021, di Yangon, Myanmar. Televisi militer Myanmar mengatakan Senin bahwa militer mengambil kendali negara selama satu tahun, sementara laporan mengatakan banyak politisi senior negara itu termasuk Aung San Suu Kyi telah ditahan.
Foto:

Militer Myanmar dipimpin oleh Jenderal Aung Min Hlaing merebut kekuasaan pada Senin (1/2). Hal itu dilakukan dalam transisi yang tidak stabil akibat pemilihan umum November lalu yang dimenangkan oleh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi secara telak dan dituding curang. Kudeta tersebut menuai kecaman dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya karena para jenderal yang berkuasa menahan Suu Kyi dan puluhan pejabat lainnya.

Untuk memperkuat kekuasaannya, junta meluncurkan dewan pemerintahan baru termasuk delapan jenderal dan dipimpin oleh panglima militer Jenderal Min Aung Hlaing. Langkah itu seperti kekuasaan di bawah junta sebelumnya yang telah memerintah Myanmar selama hampir setengah abad hingga 2011.

Peraih Nobel Perdamaian Suu Kyi (75 tahun) tetap ditahan meski ada seruan internasional agar dia segera dibebaskan. Seorang pejabat NLD mengatakan dia mengetahui bahwa Suu Kyi berada dalam tahanan rumah di ibu kota Naypyitaw dan dalam keadaan sehat.

Kudeta terbaru merupakan pukulan besar bagi harapan negara miskin berpenduduk 54 juta yang berada di jalan menuju demokrasi stabil. Di PBB, utusan Myanmar dari badan dunia tersebut, Christine Schraner Burgener mendesak Dewan Keamanan untuk secara kolektif mengirimkan sinyal yang jelas mendukung demokrasi di Myanmar.

Dewan Keamanan kini tengah dalam perundingan untuk kemungkinan mengeluarkan pernyataan yang akan mengutuk kudeta tersebut. Dewan Keamanan juga akan mengeluarkan pernyataan atau resolusi yang menyerukan agar militer Myanmar menghormati hukum dan hak asasi manusia, dan segera membebaskan mereka yang ditahan secara tidak sah.

Konsensus dibutuhkan dalam dewan keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara anggota untuk pernyataan semacam itu. Tetapi seorang diplomat dengan misi PBB di China mengatakan akan sulit untuk mencapai konsensus tentang draf pernyataan tersebut. Menurutnya, tindakan apapun harus menghindari peningkatan ketegangan atau semakin memperumit situasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement