Selasa 09 Feb 2021 05:57 WIB

PBB Bahasa Gencatan Senjata Konflik Yaman dengan Iran

Mereka mencoba membicarakan kemungkinan menghidupkan kembali proses politik di Yaman

Rep: Dwina Agustin/ Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Yaman, Martin Griffiths, dan Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, membahas cara membuat kemajuan menuju gencatan senjata nasional di Yaman, Senin (8/2). Mereka mencoba untuk membicarakan kemungkinan menghidupkan kembali proses politik di Yaman.

Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, mengatakan, Zarif dan Griffiths bertukar pandangan tentang Yaman dan cara membuat kemajuan menuju dimulainya kembali proses politik. "Zarif dan Griffiths membahas lebih lanjut kebutuhan mendesak untuk membuat kemajuan menuju gencatan senjata nasional, pembukaan bandara Sanaa dan pelonggaran pembatasan di pelabuhan Hodeidah," ujarnya dilansir laman Reuters.

Dujarric menyatakan, Griffiths menyambut baik pernyataan dukungan Iran untuk upaya PBB untuk mengakhiri konflik di Yaman. Ini menjadi kunjungan pertama Griffiths ke Iran sejak menjadi utusan PBB tiga tahun lalu.

Sementara kantor Griffiths mengatakan, kunjungan ke Iran telah direncanakan dalam beberapa waktu terakhir. Peristiwa ini dapat terjadi setelah Presiden baru Amerika Serikat (AS), Joe Biden, pekan lalu menyatakan perang di Yaman harus diakhiri. Dia mengatakan Washington akan menghentikan dukungan untuk kampanye militer yang dipimpin Riyadh melawan Houthi.

Koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi melakukan intervensi di Yaman pada 2015, mendukung pasukan pemerintah yang memerangi Houthi yang bersekutu dengan Iran. Konflik yang berlangsung lebih dari enam tahun ini secara luas dipandang sebagai konflik proksi antara Arab Saudi dan Iran.

AS mengatakan pada pekan lalu, bahwa pihaknya bermaksud untuk mencabut penunjukan teroris terhadap Houthi untuk menghindari memburuknya krisis kemanusiaan Yaman. PBB menggambarkan Yaman sebagai tempat terjadinya krisis kemanusiaan terbesar di dunia, dengan 80 persen rakyatnya membutuhkan bantuan dan jutaan di ambang kelaparan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement