REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Faksi-faksi Palestina pada Selasa (9/2) menyepakati mekanisme pemilihan umum (pemilu) Palestina yang direncanakan digelar tahun ini. Bertemu di Kairo, Mesir. Hamas dan Fatah sepakat untuk membentuk pengadilan pemilihan berdasarkan konsensus nasional di antara hakim dari Yerusalem, Tepi Barat, dan Gaza.
"Pengadilan akan secara eksklusif bertanggung jawab, bukan badan peradilan lainnya, untuk mengikuti apa yang terkait dengan proses pemilihan, hasil dan kasus yang macet," kata pernyataan bersama terakhir dari Dialog Nasional Palestina dikutip laman Anadolu Agency, Rabu (10/2).
Kelompok Palestina sepakat bahwa Presiden Palestina Mahmoud Abbas akan mengeluarkan keputusan presiden untuk membentuk pengadilan. Pernyataan terakhir menegaskan bahwa polisi Palestina akan bertanggung jawab penuh untuk mengamankan proses pemilihan, termasuk menjaga tempat pemungutan suara.
Pada Senin (8/2), Hamas dan Fatah bertemu di ibu kota Mesir, Kairo, untuk membahas masalah-masalah terkait penyelenggaraan pemilu berdasarkan keputusan Abbas pada Januari untuk mengadakan pemilihan legislatif pada 22 Mei dan pemilihan presiden pada 31 Juli untuk pertama kalinya dalam 15 tahun. Partai Fatah Hamas dan Abbas telah berselisih sejak Hamas merebut Jalur Gaza dari saingannya pada 2007.
Fatah, yang mengendalikan Tepi Barat, dan Hamas, yang mengendalikan Jalur Gaza, bertemu di Kairo dalam perundingan yang difasilitasi oleh Mesir. Fatah merupakan kelompok yang mendukung Presiden Mahmoud Abbas, sementara Hamas merupakan barisan oposisi pemerintah.
Pernyataan bersama di akhir sesi dua hari itu mengatakan Hamas dan Fatah, serta 12 faksi Palestina lainnya, termasuk gerakan Jihad Islam militan, berjanji untuk mematuhi jadwal untuk pemungutan suara dan menghormati dan menerima hasil. Namun, Jihad Islam kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan, tidak berpartisipasi dalam pemilu.