REPUBLIKA.CO.ID, VIENNA -- Pengawas atom Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengonfirmasi bahwa Iran telah memproduksi logam uranium yang dapat digunakan untuk membuat inti bom atom. Hal itu telah melanggar kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA) antara Iran dan enam negara kekuatan dunia.
Dalam beberapa bulan terakhir Iran telah meningkatkan aktivitas pengayaan uranium untuk membuat senjata nuklir. Berdasarkan laporan yang dilihat oleh Reuters pada Rabu (10/2), Iran berencana untuk melakukan penelitian tentang logam uranium dengan menggunakan uranium alami sebelum beralih ke logam uranium yang diperkaya hingga 20 persen. Tingkat itu memperkaya uranium hingga saat ini.
"Badan pada 8 Februari memverifikasi 3,6 gram logam uranium di Pabrik Fabrikasi Plat Bahan Bakar Iran (FPFP) di Esfahan," ujar pernyataan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Prancis, Inggris, dan Jerman yang tergabung dalam JCPOA "sangat prihatin" dengan sikap Iran yang telah melanggar kesepakatan. Ketiga negara itu menyatakan, produksi logam uranium Iran tidak memiliki kredibilitas sipil tetapi berpotensi menimbulkan implikasi militer yang serius.
Tujuan utama kesepakatan JCPOA adalah memperpanjang waktu yang dibutuhkan Iran dalam menghasilkan bahan fisil yang cukup untuk bom nuklir dari sekitar 2-3 bulan menjadi satu tahun. Badan intelijen AS dan IAEA percaya Iran memiliki program senjata nuklir terkoordinasi dan rahasia yang dihentikan pada 2003.