REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Kementerian Luar Negeri Prancis memperingatkan Iran agar tidak mengambil langkah-langkah lebih lanjut yang dapat melanggar perjanjian nuklir 2015. Langkah keliru dapat membahayakan upaya diplomatik baru menyusul pemerintahan anyar Amerika Serikat (AS).
"Untuk melestarikan ruang politik guna menemukan solusi yang dinegosiasikan, kami meminta Iran untuk tidak mengambil tindakan yang akan semakin memperburuk situasi," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Prancis, Agnes von der Muhll seperti diwartakan Arabnews, Kamis (11/2).
Dia mengungkapkan, kondisi pakta nuklir Iran saat ini ditingkat yang mengkhawatirkan. Dia mengatakan, hal tersebut menyusul akumulasi pelanggaran Perjanjian Wina, termasuk yang terbaru saja dilaporkan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Laporan itu merujuk pada pengawas atom PBB yang mengatakan Teheran telah melaksanakan rencana mereka untuk memproduksi logam uranium. Iran juga telah mengeluarkan peringatan bahwa mereka dapat memblokir inspeksi mendadak pada akhir bulan ini terhadap fasilitas nuklirnya.
Setali tiga uang, pemerintah Rusia mendesak Iran untuk menahan diri menyusul produksi logam uranium mereka. Moskow menilai Iran telah melakukan pelanggaran baru soal batas yang ditetapkan dalam kesepakatan nuklir.
"Kami memahami logika tindakan mereka dan alasan yang mendorong Iran. Meskipun demikian, penting untuk menunjukkan pengendalian diri dan pendekatan yang bertanggung jawab," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov.
Seperti diketahui, pakta nuklir 2015 disepakati oleh AS, China, Rusia, Jerman, Prancis dan Inggris. Perjanjian itu melarang Iran untuk memproduksi atau memperoleh logam plutonium atau uranium.
Belakangan, Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan tersebut. Pemerintahan Trump memilih untuk kembali menerapkan kembali sanksi ekonomi yang melumpuhkan Tehran.