Senin 15 Feb 2021 20:05 WIB

Layanan Internet di Myanmar Pulih

Layanan internet di Myanmar mengalami gangguan sejak kudeta militer.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Dwi Murdaningsih
 Demonstran tumpah ke jalan di sekitar kendaraan militer selama protes di luar Bank Sentral di Yangon, Myanmar, Senin (15/2).
Foto: LYNN BO BO/EPA
Demonstran tumpah ke jalan di sekitar kendaraan militer selama protes di luar Bank Sentral di Yangon, Myanmar, Senin (15/2).

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Layanan internet di Myanmar telah pulih, Senin (15/2). Sebelumnya, internet diblokir selama delapan jam setelah beredar kabar bahwa pemimpin sipil Aung San Suu Kyi akan ditahan selama dua hari lagi.

Tak lama setelah tengah malam Ahad (14/2)  waktu setempat, penduduk melaporkan gangguan internet. Keempat jaringan telekomunikasi tidak dapat diakses dari sekitar pukul 01.00 hingga 09.00 pada Senin (15/2), ketika koneksi pulih.

Baca Juga

Kelompok pemantau NetBlocks melaporkan bahwa pemadaman informasi yang dipesan oleh negara telah membuat Myanmar hampir seluruhnya offline. Namun layanan mulai dilanjutkan sekitar awal hari kerja.

Pada hari-hari awal setelah kudeta 1 Februari, internet juga terputus di seluruh negeri. Tentara telah melakukan penangkapan setiap malam. Pada Sabtu lalu pun tentara menahan warga dan menggeledah properti pribadi.

Demonstran kemudian kembali turun ke jalan di beberapa kota besar Myanmar meski militer mengerahkan kendaraan lapis baja. Ini sudah hari kesepuluh para pengunjuk rasa melakukan aksi menurut berakhirnya kudeta militer.

Baca juga : Facebook Kurangi Konten yang Dimuat Militer Myanmar

Pasukan tambahan terlihat di lokasi demo utama yakni di Yangon, yang juga termasuk pengangkut personel lapis baja di dekat bank sentral.

Mahasiswa teknik dan teknologi juga melakukan aksi protes di distrik utara kota. Ada juga unjuk rasa baru di kota selatan Dawei yang terlihat pada siaran langsung terverifikasi di Facebook dengan ratusan pengunjuk rasa didukung oleh marching band.

"Berpatroli dengan kendaraan lapis baja berarti mereka mengancam orang," kata salah satu pengunjuk rasa di Yangon, Nyein Moe (46 tahun) dikutip laman Guardian, Senin.

"Orang-orang berbaris di jalanan dan mereka tidak peduli untuk ditangkap atau ditembak. Kami tidak bisa berhenti sekarang. Ketakutan dalam pikiran kita akan pergi," ujarnya melanjutkan.

Penahanan Suu Kyi atas tuduhan impor ilegal akan berakhir pada Senin, namun pengacaranya mengatakan, dia akan ditahan hingga Rabu (17/2) untuk sidang pengadilan. Tim hukumnya mengatakan, bahwa Suu Kyi telah berbicara dengan hakim melalui konferensi video.

Sejak kudeta 1 Februari, ratusan ribu orang turun ke jalan untuk menyerukan diakhirinya penahanan Aung San Suu Kyi dalam protes terbesar negara itu dalam lebih dari satu dekade. Kerusuhan telah menghidupkan kembali ingatan akan pecahnya pertentangan berdarah terhadap hampir setengah abad pemerintahan langsung militer, yang berakhir ketika militer memulai proses penarikan diri dari politik sipil pada 2011.

Baca juga : MUI Khawatir Muslim Rohingya Terdampak Kudeta Myanmar

Pada Ahad, polisi melepaskan tembakan untuk membubarkan pengunjuk rasa di sebuah pembangkit listrik di Myanmar utara. Selain demonstrasi di seluruh negeri, para penguasa militer menghadapi pemogokan oleh pegawai pemerintah, bagian dari gerakan pembangkangan sipil yang melumpuhkan banyak fungsi pemerintahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement