REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Badan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS) menyatakan, Korea Utara (Korut) berupaya untuk mencuri teknologi vaksin Covid-19 dengan meretas Pfizer Inc. Kantor berita Yonhap melaporkan, NIS juga telah menggagalkan upaya Korut untuk meretas perusahaan Korea Selatan (Korsel) yang mengembangkan vaksin virus korona.
Spionase digital terhadap badan kesehatan, ilmuwan vaksin, dan pembuat obat telah meningkat selama pandemi Covid-19. Korut sering dituduh beralih ke pasukan peretas untuk mengisi kas pemerintah yang kekurangan uang di tengah sanksi internasional.
Pakar kesehatan mengatakan, para peretas Korut mungkin lebih tertarik untuk menjual data vaksin yang dicuri ketimbang menggunakannya untuk mengembangkan vaksin bagi negaranya. Tahun lalu tersangka peretas Korut mencoba membobol setidaknya sembilan organisasi kesehatan, termasuk Johnson & Johnson, Novavax Inc, dan AstraZeneca.
Korea Utara diperkirakan akan menerima hampir dua juta dosis vaksin AstraZeneca pada paruh pertama tahun ini melalui program COVAX. Korut sejauh ini belum mengkonfirmasi kasus virus korona. Namun NIS mengatakan, pandemi virus korona di Korut tidak boleh dikesampingkan karena negara itu memiliki perdagangan aktif dan pergerakan orang-orang ke Cina sebelum menutup perbatasan pada awal 2020.
Sebelumnya, militer Korsel telah menangkap seorang pria Korut yang melintasi perbatasan. Pria itu ditangkap sekitar pukul 4.20 pagi waktu setempat di dekat pos pemeriksaan di ujung timur Zona Demiliterisasi (DMZ) yang memisahkan Korsel dan Korut. Pria itu ditahan setelah pencarian selama tiga jam.
Baca juga : Pembangunan Masjid Megah di Jalur Gaza Menuai Kritik
Tidak ada pergerakan yang tidak biasa di seberang perbatasan tetapi militer sedang meninjau postur keamanannya di wilayah tersebut. Jumlah pembelot Korut yang menyeberang ke Korsel turun ke level terendah sejak pandemi virus korona. Pengetatan perbatasan dan penguncian di wilayah Korut membuat aktivitas penyeberangan di perbatasan sangat jarang.
Menteri Unifikasi Lee In-young mengatakan, sekitar 200 warga Korut menetap di Korsel pada tahun lalu. Jumlah tersebut menurun sekitar 80 persen dari 2019. Kasus terakhir yang diketahui publik adalah ketika seorang pria Korut membelot ke Korsel melalui DMZ timur.