REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Militer Myanmar pada Selasa (16/2) menjanjikan diadakannya pemilihan umum dan menjamin akan menyerahkan kekuasaan kepada pihak pemenang, serta menyangkal penggulingan pemerintah terpilih sebagai kudeta.
Pembelaan militer atas perebutan kekuasaan pada 1 Februari lalu yang disusul penangkapan pemimpin pemerintahan diantaranya Aung San Suu Kyi, muncul ketika pengunjuk rasa kembali turun ke jalan dan setelah utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan tentara Myanmar tentang "konsekuensi berat" untuk setiap tanggapan keras terhadap demonstrasi.
"Tujuan kami adalah mengadakan pemilihan dan menyerahkan kekuasaan kepada partai pemenang," kata Brigjen Zaw Min Tun, juru bicara dewan yang berkuasa, pada konferensi pers pertama militer sejak mereka merebut kekuasaan.
Militer belum memberikan tanggal untuk pemilu baru itu tetapi telah memberlakukan keadaan darurat selama satu tahun. Zaw Min Tun mengatakan militer tidak akan lama memegang kekuasaan.
"Kami menjamin bahwa pemilihan akan diadakan," ujar dia pada konferensi pers yang disiarkan langsung oleh militer melalui Facebook, sebuah media yang dilarang militer.
Ketika ditanya tentang penahanan pemenang Suu Kyi dan Presiden Win Myint, dia mengatakan militer akan mematuhi konstitusi. Meskipun kendaraan lapis baja dan tentara telah ditempatkan di beberapa kota besar pada akhir pekan, pengunjuk rasa tetap melakukan kampanye untuk menentang aturan militer dan menuntut pembebasan Suu Kyi.