REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mesir berencana membuka kembali kedutaan besarnya di ibu kota Libya untuk pertama kalinya dalam enam tahun. Langkah ini menandai pergeseran ke pendekatan yang lebih damai ke faksi yang berbasis di Libya barat.
Menurut sumber Mesir dan pejabat Libya, pembukaan kembali yang direncanakan sedang dibahas oleh delegasi Mesir yang berkunjung di Tripoli pada Senin-Selasa (15-16/2). Kunjungan ini bertepatan dengan pemerintahan sementara yang akan dibentuk dalam upaya terbaru yang diperantarai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyatukan kelompok saingan di Libya timur dan barat.
Selama kunjungannya ke Tripoli, delegasi Mesir bertemu dengan menteri luar negeri dan dalam negeri dari pemerintah yang akan menanggalkan jabatannya. Menurut sumber diplomatik Mesir, kunjungan tersebut membahas pengaturan logistik untuk membangun kembali kehadiran diplomatik Mesir dalam periode mendatang melalui kedutaan besarnya di Tripoli dan konsulatnya di kota timur Benghazi.
Menurut dua sumber intelijen Mesir, langkah ini merupakan langkah pertama menuju peningkatan kerja sama politik, ekonomi, dan keamanan dengan pihak berwenang di Tripoli. Penjangkauan ke Tripoli juga mewakili kalibrasi ulang kebijakan Libya-Mesir setelah kegagalan kampanye Tripoli Haftar.
Mesir telah menjadi salah satu pendukung paling menonjol dari komandan militer berbasis di timur Tentara Nasional Libya (LNA) yang mendukung Khalifa Haftar. Mereka melancarkan kampanye untuk mengambil kendali atas Tripoli yang runtuh pada Juni tahun lalu.
Mesir melihat Haftar sebagai opsi terbaik untuk mengamankan perbatasannya dengan Libya. Bersama dengan Uni Emirat Arab, Mesir juga mendukung tujuan untuk menentang kelompok-kelompok dan pengaruh Ikhwanul Muslimin di Libya.
Mesir menutup kedutaan Tripoli pada 2014, tahun ketika banyak misi asing di ibu kota ditutup selama konflik yang semakin intensif. Turki, saingan regional Mesir dan pendukung militer faksi Libya barat, membuka kembali kedutaan besarnya di ibu kota Libya pada 2017.