REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, berencana untuk mengalihkan hubungan AS dengan Arab Saudi. Gedung Putih menyatakan, dia dan akan melakukan diplomasi melalui Raja Saudi Salman bin Abdulaziz daripada putranya, Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), Selasa (16/2).
Pengumuman oleh juru bicara Gedung Putih Jen Psaki adalah langkah tiba-tiba dalam kebijakan AS dari pendahulu, Presiden Donald Trump. Melalui menantu dan penasihat senior, Jared Kushner, Trump mempertahankan kontak erat dengan MBS.
"Kami telah menjelaskan sejak awal bahwa kami akan menyesuaikan kembali hubungan kami dengan Arab Saudi," kata Psaki.
Ketika Psaki ditanya seputar kontak antara Biden dengan MBS, dia menyatakan, presiden akan kembali ke melakukan komunikasi rekan untuk rekan. "Rekan presiden adalah Raja Salman dan saya berharap pada waktu yang tepat dia akan berbicara dengannya. Saya tidak memiliki prediksi tentang waktu yang tepat untuk itu," katanya.
MBS dianggap oleh banyak orang sebagai pemimpin de facto Arab Saudi dan penerus takhta yang dipegang oleh Raja Salman yang berusia 85 tahun. Namanya tercoreng setelah pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018 di tangan personel keamanan Saudi yang dianggap dekat dengan putra mahkota.
Psaki mengatakan, Saudi memiliki kebutuhan pertahanan diri yang kritis dan AS akan bekerja dengan Saudi dalam hal ini. "Bahkan saat kami memperjelas area di mana kami memiliki ketidaksepakatan dan di mana kami memiliki kekhawatiran. Dan itu tentu saja merupakan pergeseran dari pemerintahan sebelumnya," ujarnya.
Gedung Putih di bawah Biden telah menekan Arab Saudi untuk memperbaiki catatannya tentang hak asasi manusia, termasuk pembebasan tahanan politik seperti pembela hak perempuan dari penjara. Sedangkan Gedung Putih era Trump telah menempatkan MBS sebagai pemimpin yang harus dirangkul dan bekerja dengannya di berbagai bidang, seperti menyelesaikan keretakan antara Qatar dan negara-negara Teluk lainnya.