REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY -- Meksiko mengajukan permohonan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) agar negara-negara berhenti menimbun vaksin untuk melawan Covid-19, Rabu (17/2). Desakan ini melihat kondisi negara-negara yang lebih miskin tertinggal dalam perlombaan untuk memvaksinasi warganya.
Menteri Luar Negeri Meksiko, Marcelo Ebrard mengatakan, tiga perempat dari dosis pertama telah diberikan pada warga hanya di sepuluh negara yang menyumbang 60 persen dari produk domestik bruto (PDB) global. Sementara di lebih dari 100 negara tidak ada vaksin yang disalurkan sama sekali.
“Kami mendesak negara-negara untuk menghindari penimbunan vaksin dan mempercepat tahap pertama pengiriman COVAX, untuk memprioritaskan negara-negara dengan sumber daya yang lebih sedikit,” kata Ebrard di hadapan DK PBB, tempat Meksiko saat ini menjadi anggotanya.
Ebrard mengatakan, sejauh ini belum ada vaksin yang didistribusikan di bawah skema tersebut. Pejabat dari Pan American Health Organisation mengatakan, pada Rabu, bahwa negara-negara dapat mengharapkan konfirmasi pengiriman vaksin COVAX segera, meskipun gelombang pertama diperkirakan hanya menyurkan jumlah yang sedikit.
Secara keseluruhan, 190 negara telah bergabung dengan COVAX. Program ini bertujuan untuk memastikan akses yang adil terhadap vaksin. Skema ini dijalankan bersama oleh aliansi GAVI, WHO, Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi, dan UNICEF.
Baca juga : Bukukan Rekor Baru di Inggris, Siapa Bisa Kejar Man City?
"Sangat mendesak untuk bertindak, untuk membalikkan ketidakadilan yang dilakukan karena keamanan semua umat manusia bergantung padanya," kata Ebrard.
Meksiko telah menandatangani perjanjian dengan beberapa perusahaan farmasi internasional untuk jutaan dosis bagi 126 juta penduduknya. Cara ini dilakukan di tengah penundaan global dan kekurangan beberapa vaksin yang ada.