Kamis 18 Feb 2021 17:48 WIB

AS: Serangan Siber Korut Ancaman Signifikan

AS mendakwa tiga programer Korut karena melakukan peretasan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Ancaman serangan siber (ilustrasi).
Foto: ABC
Ancaman serangan siber (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) menempatkan serangan siber Korea Utara (Korut) sebagai ancaman serius. Aktivitas digital yang membahayakan Negeri Paman Sam dan sekutunya akan dimasukkan dalam perhatian Washington.

"Korut merupakan ancaman dunia maya yang signifikan bagi lembaga keuangan, tetap menjadi ancaman spionase dunia maya, ia mempertahankan kemampuan untuk melakukan serangan dunia maya yang mengganggu," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price dalam jumpa pers pada Rabu (17/2).

Baca Juga

Dia mengungkapkan, peninjauan kebijakan AS atas Korut akan mempertimbangkan aktivitas jahat dan ancaman yang berasal dari negara tersebut. "Tentu saja aktivitas dunia maya yang berbahaya adalah sesuatu yang juga kami evaluasi dan lihat dengan cermat," ujar Price.

Baru-baru ini AS mendakwa tiga programer Korut karena melakukan peretasan untuk mencuri uang senilai 1,3 miliar dolar AS dan cryptocurrency. Mereka adalah Jon Chang-hyok (31 tahun) Kim Il (27 tahun) dan Park Jin-hyok (36 tahun). Aktivitas pembobolan dilakukan saat ketiganya bekerja di dinas intelijen Korut.

Departemen Kehakiman AS mengatakan, para peretas bertanggung jawab atas berbagai aktivitas kriminal dan gangguan profil tinggi, termasuk serangan terhadap Sony Pictures Entertainment pada 2014. Itu merupakan balasan karena Sony Pictures memproduksi film "The Interview" yang menggambarkan pembunuhan pemimpin Korut. Kelompok itu diduga menargetkan staf AMC Theatres dan membobol komputer milik Mammoth Screen, yaitu perusahaan film Inggris yang sedang mengerjakan serial drama tentang Korut.

Departemen Kehakiman AS juga menuduh ketiganya berpartisipasi dalam pembuatan ransomware WannaCry 2.0 yang menyerang Layanan Kesehatan Nasional Inggris ketika diluncurkan pada 2017. Surat dakwaan menyatakan, para peretas turut membobol bank di Asia Selatan, Asia Tenggara, Meksiko, dan Afrika.

Mereka melakukan peretasan dengan menembus jaringan lembaga keuangan dan menyalahgunakan protokol SWIFT untuk mencuri uang. Mereka juga diduga telah menyebarkan aplikasi jahat dari Maret 2018 hingga September 2020 untuk menargetkan pengguna mata uang kripto.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement