REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht-Ravanchi mengkritisi kampanye vaksinasi di negara-negara Barat yang telah mencakup jutaan warga. Dalam konteks ini, dia membandingkan banyaknya negara-negara berkembang yang masih bergulat dengan pandemi Covid-19 dengan sedikit vaksinasi.
"Tidak ada yang aman di mana pun di dunia sampai semua orang kebal terhadap virus, terutama karena mutasi baru dari virus Corona menyebar begitu cepat," kata Takht-Ravanchi dalam pertemuan virtual di Dewan Keamanan PBB tentang Covid-19 pada Rabu (17/2), dikutip laman Mehr News Agency.
Dia berpendapat penanganan pandemi Covid-19 membutuhkan kerja sama internasional. Salah satu yang perlu dilakukan adalah pendistribusian vaksin secara adil. “Covid-19 adalah musuh bersama umat manusia dan menargetkan mereka tanpa memandang ras, agama dan kebangsaan. Untuk melawannya, kerjasama praktis dan solidaritas dari semua bangsa adalah suatu kebutuhan," ucapnya.
Takht-Ravanchi menekankan sejalan dengan vaksinasi, tindakan lain harus diambil untuk membantu negara-negara berkembang, termasuk pencabutan segera sanksi sepihak serta pengepungan tak manusiawi di daerah-daerah seperti Yaman dan Gaza. Iran adalah negara yang turut menghadapi sanksi internasional.
"Pemerintah Iran belum dapat secara memadai membantu memberikan kompensasi kepada perusahaan dan sektor swasta yang terkena pandemi karena penyitaan sumber daya keuangannya di luar negeri di bawah sanksi ilegal Amerika Serikat (AS)," ujar Takht-Ravanchi.
Selain mengembangkan vaksinnya sendiri di dalam negeri, Iran telah mengimpor vaksin Sputnik V dari Rusia untuk keperluan vaksinasi. Teheran dan Moskow berencana melakukan produksi Sputnik V bersama.
Iran juga telah membeli 16,8 juta dosis vaksin Covid-19 dari Covax, sebuah kelompok multi-lembaga yang didedikasikan untuk memastikan akses adil terhadap vaksin bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.