REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Perdana Menteri Korea Selatan Chung Sye-kyun meyakinkan bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca aman. Hal itu ia sampaikan saat pemerintah mengadakan latihan terakhir menjelang peluncuran vaksinasi yang dijadwalkan pada pekan depan.
Vaksin AstraZeneca, yang dikembangkan bersama Universitas Oxford Inggris, adalah yang pertama mendapatkan persetujuan di Korea Selatan. Namun vaksin ini telah dihadapkan pada pertanyaan tentang kemanjurannya pada antara orang tua dan kekhawatiran tentang efek samping.
"Vaksin itu diberikan persetujuan di sekitar 50 negara dan baru-baru ini mendapat persetujuan darurat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Saya ulangi, tidak ada masalah dengan keamanan," kata Perdana Menteri Chung Sye-kyun, Jumat.
Otoritas setempat mengatakan mereka tidak akan menggunakan vaksin asal Inggris itu pada orang berusia 65 atau lebih, sampai diperoleh lebih banyak data tentang kemanjuran vaksin tersebut bagi kelompok usia lanjut.
Otoritas kesehatan di beberapa negara Eropa menghadapi penentangan terhadap vaksin AstraZeneca setelah efek samping menyebabkan beberapa anggota staf rumah sakit dan pekerja lini depan lainnya minta izin untuk tidak masuk kerja.
Beberapa petugas kesehatan Korea Selatan, yang berada di urutan pertama untuk menerima vaksin minggu depan, telah menyatakan keprihatinan serupa, di tengah kekhawatiran dan ketidakpastian di kalangan masyarakat luas.
Sebuah survei Gallup Korea yang dirilis pada Jumat menemukan bahwa 71 persen responden khawatir tentang efek samping vaksin. Namun jumlah yang sama mengatakan mereka akan tetap menerima vaksin kalau sudah tersedia.
Kementerian keamanan obat negara itu memberikan persetujuan akhir untuk pengiriman 1,57 juta dosis vaksin Covid-19 AstraZeneca/Oxford minggu ini. Sementara pihak berwenang bersiap untuk mulai memvaksin para petugas kesehatan pada 26 Februari.
Selain AstraZeneca, Korea Selatan juga telah mencapai kesepakatan dengan Pfizer/BioNTech, Moderna, Novavax Inc, Johnson & Johnson, dan skema pembagian vaksin global COVAX, soal penyediaan vaksin bagi negara itu.
Korsel merencanakan sekitar 10 juta orang berisiko tinggi sudah selesai divaksin pada Juli, dengan tujuan mencapai kekebalan kawanan pada November.
Kepala Asosiasi Medis Korea Selatan dan beberapa ahli telah meragukan jadwal itu. Mereka menyebutnya sebagai tujuan yang mustahil. "Pemerintah seharusnya lebih agresif dalam mengamankan vaksin dan lebih berhati-hati dalam kampanye vaksinasi, tetapi lambat pada keduanya," kata Choi Jae-wook, ketua komite validasi ilmiah dari Asosiasi Medis Korea pada konferensi media asing.
"Pengadaan vaksin adalah perang. Pemerintah Korea Selatan justru menuju arah sebaliknya," kata Choi.
Kementerian pertahanan yang bertanggung jawab atas pengangkutan vaksin mengadakan latihan pada Jumat untuk mempraktikkan pengiriman produk AstraZeneca ke klinik setempat. Militer memobilisasi tentara, angkatan laut, dan angkatan udaranya untuk memindahkan vaksin dari fasilitas produksi SK Bioscience, milik perusahaan SK Chemicals, di kota Andong, sekitar 100 kilometer tenggara Seoul, di seluruh negeri.
Latihan itu juga melibatkan pesawat militer dan helikopter untuk pengiriman vaksin ke pulau Jeju. Hingga Kamis tengah malam (18/2), Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea mencatat 561 kasus baru virus Corona, sehingga total infeksi menjadi 86.128 kasus dengan 1.550 kematian.