REPUBLIKA.CO.ID, HELSINKI -- Finlandia memiliki cara khusus untuk konsisten memerangi berita palsu. Berdasarkan indeks terkini, Finlandia tercatat sebagai negara paling baik di Eropa dalam hal ketahanan terhadap misinformasi dan disinformasi.
Pemerintah Finlandia rupanya mencapai keberhasilan itu lewat pendidikan anak. Sejak 2014, literasi media (yang telah dipraktikkan sejak 1970-an) secara resmi dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan anak usia enam tahun ke atas.
Para guru mendorong siswa mengevaluasi dan memeriksa fakta di sejumlah situs web, juga meminta siswa mencari berita yang meragukan dan menemukan sumbernya. Kemudian, pengajar menunjukkan betapa mudahnya statistik dimanipulasi.
Hal serupa diajarkan di semua disiplin ilmu. Dalam bidang seni, anak-anak melihat bagaimana gambar bisa diubah secara digital. Pada pelajaran sejarah, murid menganalisis kampanye propaganda, serta pengujian disinformasi vaksin di kelas sains.
Kepala Spesialis Komunikasi di kantor perdana menteri Finlandia, Jussi Toivanen, menyampaikan pencegahan merupakan langkah penting. Di masa pandemi saja, banyak penyebaran disinformasi langsung terkait Covid-19 serta vaksin.
Helsinki Times pernah melaporkan bahwa kotak surat di Turku, barat daya Finlandia, telah dipenuhi dengan selebaran aneh. Isinya mengimbau masyarakat untuk tidak memakai masker wajah dan mendapatkan vaksinasi terhadap virus.
Untungnya, upaya itu hanya berdampak sangat kecil. Berkat literasi media yang baik, warga Finlandia kritis dan menyadari upaya penyebaran kabar palsu. "Saya dapat mengatakan bahwa masyarakat kami tangguh," kata Toivanen.
Menurut studi terbaru, lebih dari 80 persen warga Finlandia bersedia mendapat vaksin Covid-19. Dibandingkan negara-negara lain dalam penghitungan indeks, angka yang menunjukkan sikap kooperatif itu cukup besar.
Sebagai contoh, hanya 53 persen masyarakat Turki yang mau divaksin dan di Montenegro hanya 45 persen. Toivanen mengatakan kesuksesan negara menghempas hoaks adalah berkat para guru, pengajar, dan sistem pendidikan.
Konselor pendidikan dan seorang mantan guru, Minna Harmanen, sepakat literasi media lebih mendalam penting di tengah peningkatan penggunaan internet dan media sosial. Sebab, penulis dan pembuat teks yang beredar kerap anonim.
Propaganda, misinformasi, dan berita palsu berpotensi membentuk opini publik, juga mempromosikan ekstremisme kekerasan dan ujaran kebencian. Pada akhirnya, akumulasi itu bakal merusak demokrasi dan mengurangi kepercayaan terhadapnya.
Harmanen bangga sekolah-sekolah di Finlandia telah mengembangkan tradisi menganalisis kejadian terkini dan menggunakan sumber-sumber kontemporer, seperti situs berita dan media terpercaya. Siswa dan guru saling berdiskusi.
Murid kemudian melakukan simulasi debat dan menulis esai tentang topik yang dibahas. "Kebutuhan untuk membaca secara kritis telah menguat dalam beberapa tahun terakhir," ungkap Harmanen, dikutip dari laman Telegraph.